Ihsan artinya seakan-akan kita melihat Allah, dan jika tidak mampu berbuat yang demikian, maka hendak-lah kita yakin bahwa Allah itu melihat kita, Allah senantiasa melihat dan mem-perhatikan tingkah-laku perbuatan lahir dan perbuatan batin kita. Karena itu, kita harus takut berbuat yang tidak baik, yaitu perbuatan yang tidak diridhai oleh Allah Subhanahu Wat Ta’ala, walaupun tidak satupun manusia yang tahu akan perbuatan kita itu. Kita harus sadar bahwa Allah telah melihat dan mengetahui. Dari itu kita harus selalu berbuat baik, menjauhi hal-hal yang di-larang.
Orang yang ins an adalah orang yang berhati baik, baik dalam perkataan dan perbuatan. Segala sesuatunya selalu disertai dengan niat yang baik pula. Jadi, orang yang ihsan bila berdo’a kepada
Allah, ia selalu merasa dirinya dekat kepada-Nya, menyampaikan permohonannya secara langsung dengan kata-kata yang tersusun baik. Dalani pada itu ia tidak mempunyai pemikiran lain, melainkan Allah semata yang terlihatdi dalam hati sanubarinya,
Orang yang ihsan tidak mungkin berdo’a salah alamat atau salah tuju dan salah wesel. “Sebagaimana orang yang berkirim surat salah alamat, maka akibatnya bisa salah kirim. Do’a orang yang ihsan benar-benar ditujukan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Sedang do’a yang ditujukan kepada selain Allah, ya’ni kepada ku-buran, kepada pohon-pohon besar, kepada gunung, kepada sungai-sungai, kepada semak belukar dan kepada batu-batu besar, adalah do’a yang kesasar, yaitu do’a yang salah alamat.
Allah selalu mengabulkah setiap do’a orang yang meminta kepada-Nya, asal saja benar-benar ditujukan kepadaNya, tetapi bukanlah do’a yang salah alamat/kesasar.
Jika kita enggan memperhatikan dan mendengarkan apa yang kita katakan sebagai per-mohonan yang telah kita panjatkan, maka bagai-mana mungkin Allah mau mendengarkan perkataan kita?
Jika kita tidak mau memperhatikan maksud dan tujuan do’a kita itu, bagaimana pula Allah mau memperhatikan permohonan kita. Do’a semacam itu seolah-olah main-main saja, suatu do’a yang disampaikan dengan cara yang tidak bersungguh-sungguh. Karena itu, Tuhan tidak akan mengabul-kan do’a orang yang sikapnya hanya main-main belaka.Kita berdo’a hendaknya sebagaimana mesti-nya, ya’ni dengan cara yang khusyu’. Karena de–ngan kekhusyu’an bisa mengantarkan kepada pengabulan. Allah hanya mengabulkan do’a orang yang khusyu’, do’a orang yang benar-benar memohon kepada-Nya. Itulah yang dimaksudkan dalam firmanNya yang berbunyi : “Aku kabulkan Permohonan Orang Yang Mendo’a Apabila la Berdo’a kepada-Ku”.
Ta q w a.
Orang yang bisa bersamaan dengan Allah, adalah orang yang taqwa, karena orang yang taqwa itu selalu tunduk dan patuh terhadap kehendak Allah. Baik kehendaknya itu berupa taqdir maupun kehendak-Nya berupa perintah dan larangan. »
Terhadap taqdir yang berlaku atas dirinya atau apa yang berlaku di luar dirinya, semuanya itu ia terima dengan hati yang tulus, dengan rasa syukur sebagai kemauan Allah yang diresapkan juga menjadi kemauannya.
Perintah dan larangan selalu dijunjung dan dita’atinya, sehingga dengan demikian ia dapat meresapkan kemauan Allah yang haqiqi yang harus berlaku atas segala hamba-Nya. Karena itu, apabila orang mau turtduk dan patuh pada kehendak Allah, maka Dia akan melapangkan jalan temp at kita berusaha dan bckerja.
Allah Subhanahu U’a Ta’ala Ix-rfirman :
“WA MAN YATTAQILLAAHA YAJ’AL LAHUU MAKHROJAN WA YARZUQUHUU MIN HAITSU LAA YAHTASIBU”. .
Artinya :
“Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah ms-caya Dia akan memberikan baginya jalan keluar, serta memberinya rizqi dari arah yang tidak disangka-sangka “.
(Surat Ath-Thalaaq ayal 2 — 3).
Berdasarkan penjelasan di,atas jelaslah, bahwa Allah akan mengabulkan do’a orang yang meme-nuhi segala perintah-Nya, yaitu apa yang dikehen-’daki oleh Allah, Sedang yang dikehendaki oleh Allah ialah supaya kita senantiasa menjalani hidup yang taqwa.meskipun kehendak-Nya berupa perintah dan larangan.Terhadap taqdir yang berlaku atas dirinya atau apa yang berlaku di luar dirinya, semuanya itu ia terima dengan hati yang tulus, dengan rasa syukur sebagai kemauan Allah yang diresapkan juga menjadi kemauannya.
Perintah dan larangan selalu dijunjung dan dita’atinya, sehingga dengan demikian ia dapat meresapkan kemauan Allah yang haqiqi yang harus mau berpijak kepada jalan yang benar. Kita jangan terkecoh dengan falsafah edan yang berbunyi : “Zaman sekarang siapa yang berbuat jujur, maka hidupnya tidak akan mujur”, artinya ia akan tersingkir dari kedudukannya, lan-taran banyaknya teman seprofesinya berbuat curang. Ingatlah, falsafah semacam ini janganlah di-jadikan pegangan, karena falsafah tersebut keluar dari mulutnya orang yang edan.
Sementara firman Allah yang tertera di atas bila kita rumuskan terdapat 5 untaian kunci raha- •-sia terkabulnya do’a sebagai berikut :
Aku kabul-kan permohonan orang yang mendo’a apabila ia berdo ‘a kepada-Ku, karena itu hendaklah me-reka itu memenuhi (segala perintah)Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku agar mereka selalu berada dalam jalan lurus”.(Surat Al-Baqoroh ayat 1986).
Yaqien.
Firman Allah yang dimaksud “Hendaklah Mereka Beriman Kepada-Ku”, adalah menghendaki agar kita yaqien, dan menghilangkan keragu-rs^uan dari lubuk hati untuk tidak mengenal putus-asa, Menghendaki supaya kita tekun dan ulet. Kita berdo’a tidak boleh mengenal bosan dan jemu atau kandas di tengah jalan. Kita berdo’a bukan hanya sexali atau dua kali saja, melainkan berulang-ulang. Memang do’a itu adakalanya kon-tan terkabul dan adakalanya lama sekali baru terkabuK Sebab kehendak Allah berlaku menurut taqdirnya, maka taqdirnya sesuatu adalah sampai waktunya menurut taqdir-Nya. Oleh karena itu, berdo’a itu harus diperlukan ketekunan dan ke-uletan, serta harus penuh pengharapan dan keya-Kinan.
Senantiasalah berdo’a setiap selesai shalat. Lakukanlah dengan penuh semangat, tidak mengenal jemu dan bosan. Jangan berhenti di tengah jalan, melainkan berdo’alah terus dengan harapan bahwa do’a itu akan terkabul.
Berhenti di tengah jalan adalah merupakan putus-asa. Sedangkan putus-asa itu telah mengandung pengertian memutuskan hubungan dengan Dzat Yang Memberikan pengabulan segala do ‘a. Karena itu, yakinkanlah dan berpeganglah teguh dengan kebulatan tauhid. Jangan memutuskan hubungan dengan Tuhan.
Dalam hal ini Rasulullah s.a.w. bersabda :
“UD’ULLAAHA WA ANTUM MUUQINUUNA BIL IJAABATI WA’LAMUU ANNALLAAHA LAA YASTAJIIBU DU’AA-AN MIN QOLBIN-GHOOFILIN LAAHIN
Artinya :
“Berdo’alah kepada Allah dengan keyakinan bahwa do ‘a kalian itu akan dikabulkan oleh-Nya. Dan ketahuilah bahwasanya Allah tidak mengabulkan do ‘a yang timbul dari hati yang hampa (tidak bersungguh-sungguh)”. (Diriwayatkan oleh Turmudzi, Hakim & Ibnu Majah).
Terhadap taqdir yang berlaku atas dirinya atau apa yang berlaku di luar dirinya, semuanya itu ia terima dengan hati yang tulus, dengan rasa syukur sebagai kemauan Allah yang diresapkan juga menjadi kemauannya.
Perintah dan larangan selalu dijunjung dan dita’atinya, sehingga dengan demikian ia dapat meresapkan kemauan Allah yang haqiqi yang harus mau berpijak kepada jalan yang benar. Kita jangan terkecoh dengan falsafah edan yang berbunyi : “Zaman sekarang siapa yang berbuat jujur, maka hidupnya tidak akan mujur”, artinya ia akan tersingkir dari kedudukannya, lan-taran banyaknya teman seprofesinya berbuat curang. Ingatlah, falsafah semacam ini janganlah di-jadikan pegangan, karena falsafah tersebut keluar dari mulutnya orang yang edan.
Sementara firman Allah yang tertera di atas bila kita rumuskan terdapat 5 untaian kunci raha- •-sia terkabulnya do’a sebagai berikut :
Aku kabul-kan permohonan orang yang mendo’a apabila ia berdo ‘a kepada-Ku, karena itu hendaklah me-reka itu memenuhi (segala perintah)Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku agar mereka selalu berada dalam jalan lurus”.(Surat Al-Baqoroh ayat 1986).
B e r j i h a d.
Yang dimaksud berjihad disini ialah kerja keras memeras keringat membanting tulang untuk mendapatkan sesuatu. Pada umumnya kata jihad itu ditujukan atau diarahkan kepada bekerja keras untuk beramal shaleh atau beramar ma’ruf nahi mungkar.
Merupakan suatu tanda kesungguhan dalam berdo’a bila kita barengi dengan bekerja keras {berjihad). Yaitu dengan semangat yang berapi-api serta kegiatan yang semakin meningkat dalam melaksanakan segala usaha dan ikhtiar demi mendapatkan sesuatu yang kita inginkan. Janganlah anda berdo’a minta kaya, meminta didatangkan rizqi yang melimpah, sementara anda hanya berpangku tangan tidak mau bekerja dan beru-saha untuk mendapatkan rizqi itu, karena hal tersebut mustahil bila ada rizqi datang sendiri, tanpa didatangkan dengan bekerja keras memeras tenaga dan fikiran. Ketahuilah, Allah tidak akan melayani do’a semacam itu.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman :
“INNALLAAHA LAA YUGHAYYIRU MAA BI QOUMIN HATTAA YUGHAYYIRU MAA BI ANFUSIHIM”.
Artinya :
“Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri”.
(Surat Ar-Ra ‘d ayat 11).
Berdasarkan ayat di atas jelaslah, bahwa Tuhan tidak akan merobah keadaan sesuatu Kaum .sehingga kaum tersebut mau merobah keadaannya sendiri. Itulah yang dimaksud, rizqi tidak akan datang sendiri t’anpa dicari dan diusahai. Ya’ni berdo’a saja tanpa dibarengi dengan usaha dan ikhtiar adalah salah besar, dan bekerja saja tanpa dibarengi dengan do’a adalah keliru. Ka-rena banyak kemungkinan apa yang didapatnya itu keluar dari jalan yang tidak. diridhai oleh Allah.
Allah memberikan pengabulan terhadap do’a-nya orang yang bersungguh-sungguh, dan hal tersebut mencakup kepada 5 unsur, yaitu : Ihsan, Khusyu’, Taqwa, Yaqin dan berjihad. pan kelima
unsur inilah yang menjadi kunci pengabulan do’a kita kepada Allah.
Tuhan menghendaki agar kita sudi bekerja keras dengan jalan yang benar lagi diridhai oleh-Nya, yaitu tidak melepaskan dasar perbuatan amal shaleh dan amar ma’ruf nahi mungkar. Dengan de-mikian, Tuhan akan melapangkan jalan dan memu-Jahkan dalam segala urusan, dalam segala usaha dan pekerjaan kita. Karenanya, maka itulah sebab-nya Allah berseru : “Agar mereka selalu berada dalam jalan yang lurus”.
Firman Allah ini menghendaki agar kita bekerja keras dengan penuh usaha, mencurahkan te-naga dan fiKiran dengan cara menempuh jalan yang lurus, jalan yang diridhai oleh Allah, bukan jalan yang sesat dan dimurkai.
Jalan yang lurus adalah jalan Tuhan, jalan yang menuju keselamatan dan kebahagiaan. =Sebab dalam dunia perniagaan dan dunia usaha, kejujur-,an adalah merupakan modal emas yang berada di tangan kita. Kepercayaan orang terhadap” kejujur-an kita adalah kunci yang menentukan suksesnya usaha. Karena itu kita harus berlaku lurus, jujur dan bekerja dengan baik.
Perintah dan larangan selalu dijunjung dan dita’atinya, sehingga dengan demikian ia dapat meresapkan kemauan Allah yang haqiqi yang harus mau berpijak kepada jalan yang benar. Kita jangan terkecoh dengan falsafah edan yang berbunyi : “Zaman sekarang siapa yang berbuat jujur, maka hidupnya tidak akan mujur”, artinya ia akan tersingkir dari kedudukannya, lan-taran banyaknya teman seprofesinya berbuat curang. Ingatlah, falsafah semacam ini janganlah di-jadikan pegangan, karena falsafah tersebut keluar dari mulutnya orang yang edan.
Sementara firman Allah yang tertera di atas bila kita rumuskan terdapat 5 untaian kunci raha- •-sia terkabulnya do’a sebagai berikut :
Aku kabul-kan permohonan orang yang mendo’a apabila ia berdo ‘a kepada-Ku, karena itu hendaklah me-reka itu memenuhi (segala perintah)Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku agar mereka selalu berada dalam jalan lurus”.(Surat Al-Baqoroh ayat 1986).
Mengapa Manusia Harus Berdo’a??
Setelah kita mengetahui sejarah do’a, sekarang marilah kita menelusuri apa sebabnya manusia itu harus berdo’a? Hal tersebut bisa kita tinjau pada diri manusia itu sendiri, mengapa ia harus berdo’a kepada Allah? Ketahuilah, bahwa pada diri manusia itu ada beberapa hal yang menyebabkan ia harus berdo’a. Diantaranya ialah :
Pertama, lantaran panggilan jiwanya, dan hal ini dapat dibuktikan ketika Adam dan Hawa terkena bujuk rayu Iblis, sehingga mereka me-makan buah larangan Allah, dan kepada keduanya Dia berfirman : “Bukankah Aku sudah melarang kamu berdua dari memakan buah larangan itu dan Aku katakan kepada kalian : ‘ ‘Sesungguhnya syetan itu adalah musuh yang nyata bagi kalian berdua”. Kemudian seketika itu juga keduanya berdo’a : “Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengam-puni diri kami dan member! rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi”.(Surat Al-A’raaf ayat 22 — 23).
Dari ayat di atas telah menyatakan, bahwa
ketika Adam dan Hawa merasa bersalah, seketika keduanya berdo’a kepada Allah untuk meminta diampuni dosanya dan diberikan rahmat kepadanya. Dengan demikian jelaslah, bahwa berdo’a itu adalah merupakan panggilan jiwa manusia itu sendiri.
Kedua, lantaran mendapat kesulitan atau menghadapi mara-bahaya yang dasyat, maka pasti manusia itu akan berdo’a kepada Allah agar dihin-darkan dari kesulitan atau mara-bahaya itu.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman :
WA IDZAA MASSAN NAASA DHURRUN DA’AU ROBBAHUM MUNIIBIINA ILAIHI”.
Artinya :
“Dan apabila manusia ditimpa oleh suatu baha-ya, mereka berdo’a kepada Tuhannya dengan kembali bertaubat kepada-Nya”
(Surat Ar Rum ayat 33).
Ayat di atas tegas sekali menyatakan, bahwa apabila mara-bahaya menimpa manusia, ia akan berdo’a kepada Allah dengan segala macam cara yang dapat dilakukannya.
Ketiga, lantaran Allah sendiri yang memerin-tah kepada manusia untuk berdo’a kepada-Nya.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman
‘UD’UUNII ASTAJIB LAKUM”.
Artinya :
“Berdo ‘alah kepada-Ku, niscaya Aku akan mengabulkan do’a kalian itu”.
(Surat Mu ‘mm ayat 60).
Ayat di atas tegas sekali, bahwa Allah telah memerintahkan kepada manusia agar ia berdo’a kepada-Nya. Dan hal ini adalah merupakan per-aturan Allah, yang manusia harus mematuhinya.
Keempat, lantaran manusia itu sendiri dicip-takan Allah dalam keadaan lemah.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman :
maka ia sangat membutuhkan bantuan kepada Allah apabila ia kedatangan kekuatan yang besar dan dasyat. Seperti kedatangan banjir besar, kedatangan angin taufan, kedatangan penyakit me-4ular, gempa bumi, tanah-longsor, kesulitan eko-nomi dan sebagainya.Dari segala peristiwa di atas, manusia tidak sanggup untuk menghadapinya, dan tidak ada pula kekuatan yang dapat diharapkan untuk membantu-nya selain dari pada Allah yang menciptakan dan mengatur semua itu menurut kehendak-Nya,
Dalam hal ini Allah Subhanahu Wa Ta’ala Berfirman :WA KHULIQOL INSAANU DHA’IIFAN”.
Artinya :
Manusia dijadikan bersifat lemah”.
(Surat An-Nisaa’ ayat 28).
Berdasarkan ayat di atas jelaslah, bahwa manusia itu adalah makhluq yang lemah. Karenanya
“WA IDZAA MASSAL INSAANA DHURRUN DA’AANAA LI JANBIHII AU QOO’IDAN AU QOO-IMAN”.
Artinya :
“Dan apabila manusia ditimpa bahaya dia berdo’a kepada Kami dalam keadaan berbaring,duduk atau berdiri.(Surat Yunusayat 12).
Demikianlah di antara hal-hal yang menye-babkan manusia itu harus berdo’a kepada Allah,
Sejarah Do’a
Menurut catatan sejarah, bahwa do’a itu di-kenal semenjak manusia pertama (Adam as) diciptakan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Hal tersebut bisa dibuktikan dalam uraian tentang sejarah terjadinya surat Al-Fatihah, surat pertama dari Al-Qur’an, yang telah disebutkan dalam kitab “Khazinatul Asrar”. Di situ diterangkan, bahwa sesudah Adam as. diciptakan dan ditiupi roh pa-danya, ia berdo’a kepada Tuhan, kepadanya diajar kan cara-cara berdo’a dan sebagai do’a pertama yang dibaca Adam as. ialah : “Ya Tuhanku, tun-jukilah daku jalan yang lurus, yaitu jalan mereka yang pernah beroleh nikmat dari-Mu, bukan jalan mereka yang Engkau murkai dan bukan jalan me-rekayang sesat”.Nah, semenjak itulah mulai digunakan do’a tidak saja Qabil dan Habil, tetapi para Nabi pun berdo’a. Nabi Nuh berdo’a, Nabi Hud berdo’a, Nabi Shaleh berdo’a, Nabi Ibrahim berdo’a, Nabi Luth berdo’a, Nabi Ya’qub berdo’a, Nabi Musa berdo’a, Nabi Harun berdo’a, Nabi Daud berdo’a, Nabi Sulaiman berdo’a Nabi Ayyub berdo’a, Nabi Zakaria berdo’a, Nabi Isa berdo’a dan Nabi Muhammad pun berdo’a pula.Dengan demikian, ibadat berdo’a itu hampir terdapat diseluruh bangsa manusia. Bangsa manusia yang tidak bertuhan kepada Allah, mereka meng-hadapkan do’anya kepada benda-benda, pohon-. pohonan atau binatang, yang oleh mereka diang-gapnya berjiwa dan berkekuatan. Tetapi bagi bang-sa-bangsa yang bertuhan, menghadapkan do’any a kepada Allah Yang Maha Kuasa, sebagai kesatuan pencipta dan sebagai pusat dari pada segala tenaga lahir batin. Karenanya, maka terjadilah do’a dan shalat itu sebagai sarana kebutuhan rohani bagi manusia itu sendiri.Sementara itu, orang-orang Fir’aun berdo’a kepada raja-raja dan kepada matahari, orang-orang Yunani berdo’a kepada Tuhan-Tuhan mereka, orang Hindu berdo’a, orang Budha berdo’a, orang Yahudi berdo’a, dan orang Nasrani pun berdo’a pula. Semua itu tidak lain hanyalah bertujuan untuk meminta keselamatan dan keberuntungan bagi dirinya, selamat dari bencana dan malapetaka.
Demikianlah sejarah do’a yang usianya me-mang sudah cukup tua, bersamaan dengan tercip-tanya manusia dipermukaan bumi ini.