Halaman

Sabtu, 24 September 2011

Seandainya Orang Tua Menyuruh Untuk Bercerai, Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas

Apabila kedua orang tua menyuruh anak utk menceraikan istrinya, apakah harus ditaati / tidak?
Dibawah ini dibawakan beberapa hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wassalam, diantaranya yg diriwayatkan Imam Tirmidzi & Abu Dawud.
"Artinya: Dari sahabat Abdullah bin Umar berkata: "Aku mempunyai seorang istri serta mencintainya & Umar tdk suka kepada istriku. Kata Umar kepadaku, 'Ceraikanlah istrimu', lalu aku tdk mau, maka Umar datang kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam & menceritakannya, kemudian Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam berkata kepadaku, 'Ceraikan istrimu'" (Hadits Riwayat Abu Dawud 5138, Tirmidzi 1189, & Ibnu Majah 2088)
Hadits kedua diriwayatkan oleh Abu Darda.
"Artinya: Dari Abu Darda Radhiyallahu 'anhu bahwa ada seorang datang kepadanya berkata, "Sesunggguhnya aku mempunyai seorang istri & ibuku menyuruh utk menceraikannya. Aku mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, 'Orang tua itu adalah sebaik-baik pintu surga, seandainya kamu mau maka jagalah pintu itu jangan engkau sia-siakan maka engkau jaga" (Hadits ini diriwayatkan oleh Tirmidzi & Tirmidzi mengatakan hadits ini Hasan Shahih).
Hadist ini dijadikan dalil oleh sebagian ulama bahwa seandainya orang tua kita menyuruh utk menceraikan istri kita, wajib ditaati. (Nailul Authar 7/4)
Ini terjadi bukan hanya pd zaman Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam saja tetapi juga pd zaman Nabi Ibrahim 'Alaihis Shalatu wa sallam. Ketika Ibrahim 'Alaihi Shalatu wa sallam berkunjung ke rumah anaknya -Ismail 'Alaihi salam- & anaknya saat itu tdk ada di tempat, kemudian Ibrahim berkata kepada istri Ismail 'Alaihi Salam, "Sampaikan pd suamimu hendaklah dia mengganti palang pintu ini" . Ketika Ismail datang, istrinya mengatakan bahwa ada orang tua yg datang menyuruh ganti palang pintu. Ismail kemudian mengatakan bahwa orang tua yg datang itu adalah ayahnya yg menyuruh menceraikan istrinya. (Hadits Riwayat Bukhari no. 3364 (Fathul Baari 6/396-398))
Sebagian ulama yg lain mengatakan jika orang tua kita menyuruh menceraikan istri tdk harus diataati. (Masaail min Fiqil Kitab wa Sunnah hal. 96-97)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah ketika ditanya tentang seseorang yg sudah mempunyai istri & anak kemudian ibunya tdk suka kepada istrinya & mengisyaratkan agar menceraikannya, Syaikhul Islam berkata, "Tidak boleh dia mentalaq istri karena mengikuti perintah ibunya. Menceraikan istri tdk termasuk berbakti kepada Ibu" (Majmu' Fatawa 33/112)
Ada orang bertanya kepada Imam Ahmad, "Apakah boleh menceraikan istri karena kedua orang tua menyuruh utk menceraikannya?" Dikatakan oleh Imam Ahmad, "Jangan kamu talaq". Orang tersebut bertanya lagi, "Tetapi bukankah Umar pernah menyuruh sang anak menceraikan istrinya?" Kata Imam Ahmad, "Boleh kamu taati orang tua, jika bapakmu sama dg Umar, karena Umar memutuskan sesuatu tdk dg hawa nafsu" (Masail min Fiqil Kitab wa Sunnah hal. 27)
Permasalahan mentaati perintah orang tua ketika diminta utk menceraikan istri, sudah berlangsung sejak lama. Oleh karena itu para imam (aimmah) sudah menjelaskan penyelesaian dari permasalahan tersebut. Pada zaman Imam Ahmad (abad kedua) & zaman Syaikhul Islam (abad ketujuh) permasalahan ini sudah terjadi & sudah dijelaskan bahwa tdk boleh taat kepada kedua orang tua utk menceraikan istri karena hawa nafsu. Kecuali jika istri tdk taat pd suami, berbuat zhalim, berbuat kefasikan, tdk mengurus anaknya, berjalan dg laki-laki lain, tdk pakai jilbab (tabaruj/memperlihatkan aurat), jarang shalat & suami sudah menasehati & mengingatkan tetapi istri tetap nusyuz (durhaka), maka perintah utk menceraikan istri wajib ditaati. Wallahu 'Alam
(Disalin dari Kitab Birrul Walidain, edisi Indonesia Berbakti Kepada Kedua Orang Tua oleh Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas, terbitan Darul Qolam - Jakarta. )
Penulis: Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas & diterbitkan oleh almanhaj. or. id

Perbedaan Nabi Dan Rasul, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin

Pertanyaan.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya: 'Apakah terdapat perbedaan antara Nabi & Rasul . ?"
Jawaban:
Memang benar, ada perbedaan antara Nabi & Rasul. Ulama mengatakan bahwa Nabi adalah seorang yg diberi wahyu oleh Allah dg suatu syari'at namun tdk diperintah utk menyampaikannya, akan tetapi mengamalkannya sendiri tanpa ada keharusan utk menyampaikannya.
Sedangkan Rasul adalah seorang yg mendapat wahyu dari Allah dg suatu syari'at & ia diperintahkan utk menyampaikannya & mengamalkannya. Setiap rasul mesti nabi, namun tdk setiap nabi itu rasul. Jadi para nabi itu jauh lebih banyak ketimbang para rasul. Sebagian rasul-rasul itu dikisahkan oleh Allah Ta'ala dalam Al-Qur'an & sebagian yg lain tdk dikisahkan.
Allah Ta'ala berfirman.
"Artinya: Dan sesungguhnya telah Kami utus beberapa orang rasul sebelum kamu, di antara mereka ada yg Kami ceritakan kepadamu & di antara mereka ada (pula) yg tdk Kami ceritakan kepadamu. Tidak dapat bagi seorang rasul membawa suatu mu'jizat melainkan dg seizin Allah". (Ghafir: 78).
Bertolak dari ayat ini, maka dapat disimpulkan bahwa setiap nabi yg disebutkan di dalam Al-Qur'an adalah juga sebagai rasul.
Pertanyaan.
Apakah para rasul yg ada itu memiliki keutamaan yg sama di antara mereka?
Jawaban.
Rasul-rasul yg ada tdk memiliki keutamaan yg sama, Allah telah berfirman:
"Artinya: Rasul-rasul itu Kami lebihkan sebagian (dari) mereka atas sebagian yg lain. Di antara mereka ada yg Allah berkata-kata (langsung dg dia) & sebagiannya Allah meninggikannya beberapa derajat". (Al-Baqarah: 253).
"Artinya: Sungguh telah Kami utamakan sebagian nabi-nabi itu atas sebagian yg lain". (Al-Isra: 55).
Kita semua wajib beriman dg seluruh rasul itu bahwa mereka itu benar & jujur dalam membawa risalah serta membenarkan apa yg diwahyukan kepada mereka, Allah berfirman:
"Artinya: Katakanlah (hai orang-orang mu'min):"Kami beriman kepada Allah & apa yg diturunkan kepada kami, & apa yg diturunkan kepada Ibrahim, Isma'il, Ishaq, Ya'kub & anak cucunya, & apa yg telah diberikan kepada Musa & 'Isa serta apa yg diberikan kepada nabi-nabi dari Rabb-nya. Kami tdk membeda-bedakan seorangpun di antara mereka & kami hanya tunduk patuh kepada-Nya". (Al-Baqarah: 136)
Dan ini adalah yg diyakini oleh Rasulullah Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam & orang-orang yg beriman. Allah Ta'ala berfirman.
"Artinya: Rasul telah beriman kepada Al-Qur'an yg diturunkan kepadanya dari Rabbnya, demikian pula orang-orang yg beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya & rasul-rasul-Nya ". (Al-Baqarah: 285).
Maka kita tdk membedakan salah seorangpun dari rasul-rasul itu dalam hal mengimaninya ; masing-masing benar & dibenarkan serta risalah yg dibawa adalah haq.
Akan tetapi kita boleh membedakan dalam dua hal:
Pertama:
Dalam keutamaan. Kita mengutamakan sebagian dari para rasul atas sebagian yg lain sebagaimana Allah juga mengutamakan sebagian atas sebagian yg lain serta mengangkat sebagian dari mereka beberapa derajat. Akan tetapi kita tdk menyatakannya dg nada membanggakan / menyatakannya dg nada membanggakan / meremehkan yg diungguli.
Dalam hadits yg terdapat dalam kitab Shahih Al-Bukhari disebutkan bahwa seorang Yahudi telah bersumpah:"Tidak ! Demi yg memilih Musa atas sekalian manusia". Maka seorang laki-laki dari Anshar menempeleng muka laki-laki Yahudi itu ketika mendengar ucapannya seraya mengatakan:"Jangan kau katakan demikian sedangkan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berada di tengah-tengah kami !". Maka si Yahudi itu datang menghadap Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, & mengadu kepada beliau. "Aku punya dzimmah (jaminan perlindungan) & perjanjian. Lalu apa gerangan yg membuat si fulan menempeleng mukaku?" Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam kemudian bertanya kepada laki-laki Anshar tadi:"Kenapa kamu menempeleng mukanya?". Maka ia pun mengutarakan permasalahannya, & Nabi akhirnya murka sampai terlihat sesuatu di muka beliau. Beliau kemudian bersabda, "Janganlah engkau melebihkan di antara nabi-nabi Allah!".
Dalam hadits Shahih Al-Bukhari & yg lain juga disebutkan riwayat dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda:"Tidak layak bagi seorang hamba utk mengatakan, Aku lebih baik daripada Yunus bin Mata !".
Kedua:
Dalam hal ittiba'. Kita tdk boleh mengikuti rasul kecuali yg memang diutus utk kita, yaitu Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam, karena syari'at Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam telah menasakh seluruh syari'at yg sebelumnya. Allah Ta'ala berfirman:
"Artinya: Dan Kami telah turunkan kepadamu Al-Qur'an dg membawa kebenaran, membenarkan apa yg sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) & batu ujian terhadap kitab-kitab yg lain itu ; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yg Allah turunkan & janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dg meninggalkan kebenaran yg datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan (syari'at) & jalan yg terang (minhaj)" (Al-Maidah: 48)
(Disalin dari kitab Fatawa Anil Iman wa Arkaniha, yg di susun oleh Abu Muhammad Asyraf bin Abdul Maqshud, edisi Indonesia Soal-Jawab Masalah Iman & Tauhid, Pustaka At-Tibyan)
Penulis: Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin & diterbitkan oleh almanhaj. or. id

Agar Rizki Mendapat Keberkahan, Ustadz Muhammad Arifin Badri

MAKNA KEBERKAHAN
Betapa sering kita mengucapkan, mendengar, mendambakan & berdo’a utk mendapatkan keberkahan, baik dalam umur, keluarga, usaha, maupun dalam harta benda & lain-lain. Akan tetapi, pernahkah kita bertanya, apakah sebenarnya yg dimaksud dg keberkahan itu? Dan bagaimana utk memperolehnya?
Apakah keberkahan itu hanya terwujud jamuan makanan yg kita bawa pulang saat kenduri? Atau apakah keberkahan itu hanya milik para kiyai, tukang ramal, / para juru kunci kuburan, sehingga bila salah seorang memiliki suatu hajatan, ia datang kepada mereka utk “ngalap berkah”, agar cita-citanya tercapai?
Bila kita pelajari dg sebenarnya, baik melalui ilmu bahasa Arab maupun melalui dalil-dalil dalam Al-Qur’an & Sunnah, kita akan mendapatkan bahwa kata al-barakah memiliki kandungan & pemahaman yg sangat luas & agung. Secara ilmu bahasa, al-barakah, berarti berkembang, bertambah & kebahagian . Imam An-Nawawi rahimahullah berkata: “Asal makna keberkahan, ialah kebaikan yg banyak & abadi”
DAHULU, SABA MERUPAKAN NEGERI PENUH BERKAH
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman tentang negeri mereka.
“(Negerimu adalah) negeri yg baik & (Rabbmu) adalah Rabb Yang Maha Pengampun” (Saba: 15)
Ayat diatas berbicara tentang negeri Saba’ sebelum mengalami kehancuran lantaran kekufuran mereka kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dalam Al-Qur’an, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menjelaskan kisah bangsa Saba’, suatu negeri yg tatkala penduduknya beriman & beramal shalih, maka mereka dilingkupi dg keberkahan. Sampai-sampai ulama ahli tafsir mengisahkan, kaum wanita Saba’ tdk perlu bersusah-payah memanen buah-buahan di kebun mereka. Untuk mengambil hasil buahnya, cukup menaruh keranjang di atas kepala, lalu melintas di kebun, maka buah-buahan yg telah masak akan berjatuhan memenuhi keranjangnya, tanpa harus memetik / mendatangkan pekerja utk memanennya.
Sebagian ulama lain juga menyebutkan, dahulu di negeri Saba’ tdk ada lalat, nyamuk, kutu, / serangga lainnya. Kondisi demikian itu lantaran udaranya yg bagus, cuacanya bersih, & berkat rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala yg senantiasa meliputi mereka.
Kisah keberkahan yg menakjubkan pd zaman keemasan umat Islam juga pernah diungkapkan oleh Imam Ibnul Qayyim rahimahullah:”Sungguh, biji-bijian dahulu, baik gandum maupun yg lainnya lebih besar dibanding dg yg ada sekarang, sebagaimana keberkahan yg ada padanya (biji-bijian kala itu, pent) lebih banyak. Imam Ahmad rahimahullah telah meriwayatkan melalui jalur sanadnya, bahwa telah ditemukan di gudang sebagian kekhilafahan Bani Umawi sekantung gandum yg biji-bijinya sebesar biji kurma, & bertuliskan pd kantung luarnya:”Ini adalah gandum hasil panen pd masa keadilan ditegakkan”
Bila demikian, tentu masing-masing kita mendambakan utk mendapatkan keberkahan dalam pekerjaan, penghasilan & harta. Sehingga kita bertanya-tanya, bagaimanakah cara agar usaha, penghasilan & harta saya diberkahi Allah?
DUA SYARAT MERAIH KEBERKAHAN
Untuk memperoleh keberkahan dalam hidup secara umum & dalam penghasilan secara khusus, terdapat dua syarat yg mesti dipenuhi.
Pertama. Iman Kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Inilah syarat pertama & terpenting agar rizki kita diberkahi Allah Subhanahu wa Ta’ala, yaitu dg merealisasikan keimanan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
“Andaikata penduduk negeri-negeri beriman & bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka keberkahan dari langit & bumi. Tetapi, mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya” (Al-A’raf: 96)
Demikian, balasan Allah Subhanahu wa Ta’ala bagi hamba-hamba-Nya yg beriman, & sekaligus menjadi penjelas bahwa orang yg kufur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, niscaya tdk akan pernah merasakan keberkahan dalam hidup.
Di antara perwujudan iman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala yg berkaitan dg penghasilan, ialah senantiasa yakin & menyadari bahwa rizki apapun yg kita peroleh merupakan karunia & kemurahan Allah Subhanahu wa Ta’ala , bukan semata-mata jerih payah / kepandaian kita. Yang demikian itu, karena Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menentukan kadar rizki setiap manusia semenjak ia masih berada dalam kandungan ibunya.
Bila kita pikirkan diri & negeri kita, niscaya kita bisa membukukan buktinya. Setiap kali kita mendapatkan suatu keberkahan, maka kita lupa daratan, & merasa keberhasilan itu karena kehebatan kita. Dan sebaliknya, setiap terjadi kegagalan / bencana, maka kita menuduh alam sebagai penyebabnya, & melupakan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Bila demikian, maka mana mungkin Allah Subhanahu wa Ta’ala akan memberkahi kehidupan kita? Bukankah pola pikir semacam ini yg telah menyebabkan Qarun mendapatkan adzab dg ditelan bumi? Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
“Qarun berkata: “Sesunguhnya aku hanya diberi harta itu karena ilmu yg ada padaku”. Dan apakah ia tdk mengetahui bahwasanya Allah sungguh telah membinasakan umat-umat sebelumnya yg lebih kuat daripadanya & lebih banyak harta kumpulannya . . ” (Al-Qashah: 78)
Perwujudan bentuk yg lain dalam hal keimanan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala berkaitan dg rizki, yaitu kita senantiasa menyebut nama Allah Subhanahu wa Ta’ala ketika hendak menggunakan salah satu kenikmatan-Nya, misalnya ketika makan.
“Dari Sahabat Aisyah Radhiyallahu ‘anha, bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pd suatu saat sedang makan bersama enam orang sahabatnya, tiba-tiba datang seorang Arab badui, lalu menyantap makanan beliau dalam dua kali suapan (saja). Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Ketahuilah seandainya ia menyebut nama Allah (membaca Bismillah, pent), niscaya makanan itu akan mencukupi kalian”. (HR Ahmad, An-Nasa-i & Ibnu Hibban)
Pada hadits lain, Nab Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Ketahuilah bahwasanya salah seorang dari kamu bila hendak menggauli istrinya ia berkata: “Dengan menyebut nama Allah, ya Allah jauhkanlah kami dari setan & jauhkanlah setan dari anak yg Engkau karuniakan kepada kami”, kemudian mereka berdua dikaruniai anak (hasil dari hubungan tersebut, pent) niscaya anak itu tdk akan diganggu setan” (HR Al-Bukhari)
Demikian, sekilas penjelasan peranan iman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, yg terwujud pd menyebut nama-Nya ketika hendak menggunakan suatu kenikmatan, sehingga mendatangkan keberkahan pd harta & anak keturunan.
Kedua: Amal Shalih
Yang dimaksud dg amal shalih, ialah menjalankan perintah & menjauhi larangan-Nya sesuai dg syari’at yg diajarkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Inilah hakikat ketakwaan yg menjadi syarat datangnya keberkahan sebagaimana ditegaskan pd surat Al-A’raf ayat 96 diatas.
Tatkala Allah Subhanahu wa Ta’ala menceritakan tentang Ahlul Kitab yg hidup pd zaman Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
“Dan sekiranya mereka benar-benar menjalankan Taurat, Injil & (Al-Qur’an) yg diturunkan kepada mereka, niscaya mereka akan mendapatkan makanan dari atas mereka & dari bawah kaki mereka” (Al-Ma’idah: 66)
Para ulama tafsir menjelaskan, bahwa yg dimaksud dg “mendapatkan makanan dari atas & dari bawah kaki”, ialah Allah Subhanahu wa Ta’ala akan meielimpahkan kepada mereka rizki yg sangat banyak dari langit & dari bumi, sehingga mereka akan mendapatkan kecukupan & berbagai kebaikan, tanpa susah payah, letih, lesu, & tanpa adanya tantangan / berbagai hal yg mengganggu ketentraman hidup mereka
Di antara contoh nyata keberkahan harta orang yg beramal shalih, ialah kisah Khidir & Nabi Musa bersama dua orang anak kecil. Pada kisah tersebut, Khidir menegakkan tembok pagar yg hendak roboh guna menjaga agar harta warisan yg dimiliki dua orang anak kecil & terpendam di bawah pagar tersebut , sehingga tdk nampak & tdk bisa diambil oleh orang lain.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirmn.
“Adapun dinding rumah itu adalah kepunyaan dua anak yatim di kota itu, & dibawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang ayahnya adalah seorang yg shalih, maka Rabbmu menghendaki agar mereka sampai kepada kedewasaannya & mengeluarkan simpanannya itu, sebagai rahmat dari Rabbmu” (Al-kahfi: 82)
Menurut penjelasan para ulama tafsir, ayah yg dinyatakan dalam ayat ini sebagai ayah yg shalih itu bukan ayah kandung dari kedua anak tersebut. Akan tetapi, orang tua itu ialah kakeknya yg ketujuh, yg semasa hidupnya berprofesi sebagai tukang tenun.
Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Pada kisah ini terdapat dalil bahwa anak keturunan orang shalih akan dijaga, & keberkahan amal shalihnya akan meliputi mereka di dunia & di akhirat. Ia akan memberi syafa’at kepada mereka, & derajatnya akan diangkat ke tingkatan tertinggi, agar orang tua mereka menjadi senang, sebagaimana dinyatakan dalam Al-Qur’an & Sunnah’
Sebaliknya, bila seseorang enggan beramal shalih, / bahkan malah berbuat kemaksiatan, maka yg ia petik juga kebalikan dari apa yg telah disebutkan di atas, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Sesungguhnya seseorang dapat saja tercegah dari rizkinya akibat dari dosa yg ia kerjakan” (HR Ahmad, Ibnu Majah, Al-Hakim dll)
Membusuknya daging & basinya makanan, sebenarnya menjadi salah satu dampak buruk yg harus ditanggung manusia. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan bahwa itu semua terjadi akibat perbuatan dosa umat manusia. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Seandainya kalau bukan karena ulah Bani Israil, niscaya makanan tdk akan pernah basi & daging tdk akan pernah membusuk” (Muttafaqun ‘alaih)
Para ulama menjelaskan, tatkala Bani Israil diberi rizki oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala berupa burung-burung salwa (semacam burung puyuh) yg datang & dapat mereka tangkap dg mudah setiap pagi hari, mereka dilarang utk menyimpan daging-dading burung tersebut. Setiap pagi hari, mereka hanya dibenarkan utk mengambil daging yg akan mereka makan pd hari tersebut. Akan tetapi, mereka melanggar perintah ini, & mengambil daging dalam jumlah yg melebihi kebutuhan mereka pd hari tersebut, utk disimpan. Akibat perbuatan mereka ini, Allah Subhanahu wa Ta’ala menghukum mereka, sehingga daging-daging yg mereka simpan tersebut menjadi busuk.
Demikian, penjelasan dua syarat penting guna meraih keberkahan.
AMAL SHALIH MEMBANTU MENDATANGKAN KEBERKAHAN
Setelah terpenuhi dua syarat diatas, keberkahan juga bisa diraih berkat beberapa amal shalih yg nyata telah kita lakukan. Misalnya sebagai berikut.
Pertama: Mensyukuri Segala Nikmat
Tiada kenikmatan, apapun wujudnya yg dirasakan menusia, melainkan datang dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Atas dasar itu, Allah Subhanahu wa Ta’ala mewajibkan manusia utk senantiasa bersyukur kepada-Nya. Dengan cara senantiasa mengingat bahwasanya kenikmatan tersebut datang dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, diteruskan mengucapkan hamdalah, & selanjutnya menafkahkan sebagai kekayaannya di jalan-jalan yg diridhai Allah Subhanahu wa Ta’ala. Seseorang yg telah mendapatkan taufik utk bersyukur, ia akan mendapatkan keberkahan dalam hidupnya, sehingga Allah akan senantiasa melipatgandakan kenikmatan baginya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
“Dan ingatlah tatkala Rabbmu mengumandangkan: “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, & jika kamu mengingkari (nikmat-Ku) maka sesungguhnya adzab-Ku sangat pedih” (Ibrahim: 7)
Pada ayat lain, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
“Dan barangsiapa yg bersyukur, maka sesungguhnya ia bersyukur demi (kebaikan) dirinya sendiri” (An-Naml: 40)
Imam Al-Qurthubi rahimahullah berkata:”Manfaat bersyukur tdk akan dirasakan, kecuali oleh pelakunya sendiri. Dengan itu, ia berhak mendapatkan kesempurnaan dari nikmat yg telah ia dapatkan, & nikmat tersebut akan kekal & bertambah. Sebagaimana syukur, juga berfungsi utk mengikat kenikmatan yg telah didapat serta menggapai kenikmatan yg belum dicapai”
Sebagai contoh nyata, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
“Sesungguhnya bagi kaum Saba’ ada tanda (kekuasaan Rabb) di tempat kediaman mereka, yaitu dua buah kebun di sebelah kanan & di sebelah kiri. (Kepada mereka dikatakan): “Makanlah olehmu dari rizki yg (dianugrahkan) Rabbmu & bersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yg baik & (Rabbmu) adalah Rabb Yang Maha Pengampun. Tetapi mereka berpaling, maka Kami datangkan kepada mereka banjir yg besar & Kami ganti kedua kebun mereka dg dua kebun yg ditumbuhi (pohon-pohon) yg berbuah pahit, pohon atsel (cemara) & pohon bidara” (Saba: 15-16)
Tatkala bangsa Saba’ masih dalam keadaan makmur & tenteram, Allah subhanahu wa Ta’ala hanya memerintahkan kepada mereka agar bersyukur. Ini menunjukkan, dg bersyukur, mereka dapat menjaga kenikmatan dari bencana, & mendatangkan kenikmatan lain yg belum pernah mereka dapatkan.
Kedua: Membayar Zakat (Sedekah)
Zakat, baik zakat wajib maupun sunnah (sedekah), merupakan salah satu amalan yg menjadi faktor yg dapat menyebabkan turunnya keberkahan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
“Allah memusnahkan riba & menyuburkan sedekah” (Al-Baqarah: 276)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Tiada pagi hari, melainkan ada dua malaikat yg turun, kemudian salah satunya berkata (berdo’a): “Ya Allah, berilah pengganti bagi orang yg berinfak”, sedangkan yg lain berdo’a:”Ya Allah, timpakanlah kepada orang yg kikir (tidak berinfak) kehancuran” (Muttafaqun alaih)
Ketiga: Bekerja Mencari Rizki Dengan Hati Qona’ah, Tidak Dipenuhi Ambisi & Tidak Serakah
Sifat qona’ah & lapang dada dg pembagian Allah Subhanahu wa Ta’ala, merupakan kekayaan yg tdk ada bandingannya. Dengan jiwa yg dipenuhi dg qona’ah, & keridhaan dg segala rizki yg Allah turunkan untuknya, maka keberkahan akan datang kepadanya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Sesungguhnya Allah Yang Maha Luas Karunia-nya lagi Maha Tinggi, akan menguji setiap hamba-Nya dg rizki yg telah Ia berikan kepadanya. Barangsiapa yg ridha dg pembagian Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka Allah akan memberkahi & melapangkan rizki tersebut untuknya. Dan barangsiapa yg tdk ridha (tidak puas), niscaya rizkinya tdk akan diberkahi” (HR Ahmad & dishahihkan oleh Al-Albani)
Al-Munawi rahimahullah menyebutkan: “Penyakit ini (yaitu tdk puas dg apa yg telah Allah Subhanahu wa Ta’ala karuniakan kepadanya, pent) banyak dijumpai pd pemuja dunia. Hingga engkau temui salah seorang dari mereka meremehkan rizki yg telah dikaruniakan untuknya ; merasa hartanya sedikit, buruk, serta terpana dg rizki orang lain & menganggapnya lebih bagus & banyak. Oleh karena itu, ia akan senantiasa membanting tulang utk menambah hartanya , sampai umurnya habis, kekuatannya sirna ; & ia pun menjadi tua renta (pikun) akibat dari ambisi yg digapainya & rasa letih. Dengan itu, ia telah menyiksa tubuhnya, menghitamkan lembaran amalannya dg berbagai dosa yg ia lakukan demi mendapatkan harta kekayaan. Padahal, ia tdk akan memperoleh selain apa yg telah Allah Subhanahu wa Ta’ala tentukan untuknya. Pada akhir hayatnya, ia meninggal dunia dalam keadaan pailit. Dia tdk mensyukuri yg telah ia peroleh, & ia juga tdk berhasil menggapai apa yg ia inginkan”
Oleh karena itu, Islam mengajarkan kepada umatnya agar senantiasa menjaga kehormatan agama & diri dalam setiap usaha yg ditempuhnya guna mencari rizki. Sehingga, seorang muslim tdk akan menempuh, melainkan jalan-jalan yg telah dihalalkan & dg telah menjaga kehormatan dirinya.
Keempat: Bertaubat Dari Segala Perbuatan Dosa
Sebagaimana perbuatan dosa menjadi salah satu penyebab terhalangnya rizki dari pelakunya, maka sebaliknya, taubat & istighfar merupakan salah satu faktor yg dapat mendatangkan rizki & keberkahannya. Allah Subhanahu wa Ta’ala menceritakan tentang Nabi Hud Alaihissallam bersama kaumnya.
“Dan (Hud berkata): Hai kaumku, beristighfarlah kepada Rabbmu lalu bertaubatlah kepada-Nya, niscaya Dia menurunkan atasmu hujan yg sangat deras, & Dia akan menambahkan kekuatan kepada kekuatanmu & janganlah kamu berpaling dg berbuta dosa” (Hud: 52)
Akibat kekufuran & perbuatan dosa kaum ‘Ad –berdasarkan keterangan para ulama tafsir- mereka ditimpa kekeringan & kemandulan, sehingga tdk seorang wanita pun yg bisa melahirkan anak. Keadaan ini berlangsung selama beberapa tahun lamanya. Oleh karena itu, Nabi Hud Alaihissallam memerintahkan mereka utk bertaubat & beristighfar. Sebab, dg taubat & istighfar itu, Allah Subhanahu wa Ta’ala akan menurunkan hujan, & mengaruniai mereka anak keturunan.
Kelima: Menyambung Tali Silaturahmi
Di antara amal shalih yg akan mendatangkan keberkahan dalam hidup, yaitu menyambung tali silaturrahim. Ini merupakan upaya menjalin hubungan baik dg setiap orang yg akan terkait hubungan nasab dg kita. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Barangsiapa yg senang utk dilapangkan (atau diberkahi) rizkinya, / ditunda (dipanjangkan) umurnya, maka hendaknya ia bersilaturrahim” (Muttafaqun ‘alaih)
Yang dimaksud dg ditunda ajalnya, ialah umurnya diberkahi, diberi taufiq utk beramal shalih, mengisi waktunya dg berbagai amalan yg berguna bagi kehidupannya di akhirat, & ia terjaga dari menyia-nyiakan waktunya dalam hal yg tdk berguna. Atau menjadikan nama harumnya senantiasa dikenang orang. Atau benar-benar umurnya ditambah oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Keenam: Mencari Rizki Dari Jalan Yang Halal.
Merupakan syarat mutlak bagi terwujudnya keberkahan harta, ialah memperolehnya dg jalan yg halal. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Janganlah kamu merasa bahwa rizkimu datangnya terlambat. Karena sesunguhnya, tidaklah seorang hamba akan meninggal, hingga telah datang kepadanya rizki terakhir (yang telah ditentukan) untuknya. Maka, tempuhlah jalan yg baik dalam mencari rizki, yaitu dg mengambil yg halal & meninggalkan yg haram” (HR Abdur-Razaq, Ibnu Hibbanm & Al-Hakim)
Salah satu yg mempengaruhi keberkahan ini ialah praktek riba. Perbuatan riba termasuk faktor yg dapat menghapus keberkahan.
“Allah memusnahkan riba & menyuburkan sedekah” (Al-Baqarah: 276)
Ibnu Katsir rahimahullah berkata:”Allah Subhanahu wa Ta’ala mengabarkan bahwa Dia akan memusnahkan riba. Maksudnya, bisa saja memusnahkannya secara keseluruhan dari tangan pemiliknya, / menghalangi pemiliknya dari keberkahan hartanya tersebut. Dengan demikian, pemilik riba tdk mendapatkan manfaat dari harta ribanya. Bahkan dg harta tersebut, Allah Subhanahu wa Ta’ala akan membinasakannya dalam kehidupan dunia, & kelak di hari akhirat Allah Subhanahu wa Ta’ala akan menyiksanya akibat harta tersebut”
Bila mengamati kehidupan orang-orang yg menjalankan praktek riba, niscaya kita dapatkan banyak bukti bagi kebenaran ayat & hadits di atas. Betapa banyak pemakan riba yg hartanya berlimpah, hingga tak terhitung jumlahnya, akan tetapi tdk satu pun dari mereka yg merasakan keberkahan, ketentraman & kebahagiaan dari harta haram tersebut.
Begitu pula dg meminta-minta (mengemis) dalam mencari rizki, termasuk perbuatan yg diharamkan & tdk mengandung keberkahan. Dalam salah satu hadits, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan sebagian dampak hilangnya keberkahan dari orang yg meminta-minta.
“Tidaklah seseorang terus-menerus meminta-minta kepada orang lain, hingga kelak akan datang pd hari Kiamat, dalam keadaan tdk ada secuil daging pun melekat di wajahnya” (Muttafaqun alaih)
Ketujuh: Bekerja Saat Waktu Pagi.
Di antara jalan utk meraih keberkahan dari Allah, ialah menanamkan semangat utk hidup sehat & produktif, serta menyingkirkan sifat malas sejauh-jaunya. Caranya, senantiasa memanfaatkan karunia Allah Subhanahu wa Ta’ala dg hal-hal yg berguna & mendatangkan kemaslahatan bagi hidup kita.
Termasuk waktu yg paling baik utk memulai bekerja & mencari rizki, ialah waktu pagi. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memanjatkan do’a keberkahan.
“Ya Allah, berkahilah utk ummatku waktu pagi mereka” (HR Abu Dawud, At-Tirmidzi, An-Nasa-i, Ibnu Majah & dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani)
Hikmah dikhususkannya waktu pagi dg doa keberkahan, lantaran waktu pagi merupakan waktu dimulainya berbagai aktifitas manusia. Saat itu pula, seseorang merasakan semangat usai beristirahat di malam hari. Oleh karenanya, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendo’akan keberkahan pd waktu pagi ini agar seluruh umatnya memperoleh bagian dari doa tersebut.
Sebagai penerapan langsung dari doa ini, bila mengutus pasukan perang, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukannya di pagi hari, sehingga pasukan diberkahi & mendapatkan pertolongan serta kemenangan.
Contoh lain dari keberkahan waktu pagi, ialah sebagaimana yg dilakukan oleh sahabat Shakhr Al-Ghamidi Radhiyallahu ‘anhu. Yaitu perawi hadits ini dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Shakhr bekerja sebagai pedagang. Usai mendengarkan hadits ini, ia pun menerapkannya. Tidaklah ia mengirimkan barang dagangannya kecuali di pagi hari. Dan benarlah, keberkahan Allah Subhanahu wa Ta’ala dapat ia peroleh. Diriwayatkan, perniagaannya berhasil & hartanya melimpah ruah. Dan berdasarkan hadits ini pula, sebagian ulama menyatakan, tidur pd pagi hari hukumnya makruh.
Masih banyak lagi amalan-amalan yg akan mendatangkan keberkahan dalam kehidupan seorang muslim. Apa yg telah saya paparkan di atas hanyalah sebagai contoh
Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala senantiasa melimpahkan taufiq & keberkahan-Nya kepada kita semua. Dan semoga pemaparan singkat ini dapat berguna bagi saya pribadi & setiap orang yg mendengar / membacanya. Tak lupa, bila pemaparan diatas ada kesalahan, maka hal itu datang dari saya & dari setan, sehingga saya beristighfar kepada Allah. Dan bila ada kebenaran, maka itu semua atas taufik & inayah-Nya.
Wallahu a’lam bish-shawab

MELATIH KEPEKAAN RASA

PendahuluanManusia, adalah makhluk yang paling sempurna dari seluruh ciptaan Allah. Bahkan Jin dan Malaikat-pun diminta oleh Allah untuk tunduk kepada manusia. Manusia, diciptakan untuk menjadi pemimpin dari Bumi ini, dengan segala kelebihan-kelebihan yang diberikan oleh Allah SWT. Salah satu kelebihan utama

yang diberikan oleh Allah, adalah akal pikiran. Inilah hal utama yang membuat
manusia berbeda dengan ciptaan Allah yang lainnya. Kemampuan berpikir yang
manusia miliki telah digunakan untuk berusaha membangun, memberdayakan
dan memanfaatkan secara maksimal seluruh ciptaan Allah yang telah Allah
berikan didunia ini.
Sesungguhnya apa yang telah Allah berikan sebagai kelebihan-kelebihan yang
seharusnya dimiliki oleh manusia ternyata banyak yang tidak dimanfaatkan oleh
manusia itu sendiri.
Salah satu kelebihan yang masih tersembunyi yang Allah berikan dan sangat
jarang dipergunakan oleh manusia itu adalah “KEPEKAAN ”.
Manusia yang peka dapat dengan mudah menangkap gejala-gejala alam, niat-niat
manusia, kejadian dimasa lampau, sekarang atau bahkan dapat menerima kilasan
masa depan dalam bentuk firasat, bahkan visual sekalipun. Kepekaan inipun
dapat kita pakai sebagai cara untuk menembus alam gaib dan berkomunikasi
dengan makhluk yang ada didalamnya.
Kepekaan ini telah ada dalam setiap manusia, bahkan seringkali secara tidak
sengaja telah kita gunakan seumpama dalam bentuk firasat atau mimpi-mimpi
yang menjadi kenyataan, atau sekedar bulu kuduk tiba-tiba merinding yang
menandakan keberadaan makhluk gaib disekitar kita.
Oleh karena itu, kepekaan ini dapat dilatih dengan berbagai metode, sehingga
apa yang biasa kita dapatkan secara tidak sengaja, dapat kita pergunakan kapan
saja kita inginkan.
Dengan memiliki kepekaan yang cukup, maka kita dapat membangun masa
depan yang lebih baik, berkeimanan dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
serta dapat menolong sesama.
SESI I (Pertama)
Konsep mengenai Ruh.
Manusia terdiri dari dua unsur, yaitu Ruh atau Jiwa dan Raga atau Badan tempat
ruh itu berdiam. Tentunya ini disamping akal pikiran yang telah diberikan Allah
kepada manusia.
Ruh tidak mengenal kondisi fisik seperti sakit, berdarah karena perlukaan dsb,
sedangkan raga tidak mengenal kondisi ruh yang bersifaat kejiwaan.
Tetapi kedua unsur ini saling berkaitan satu sama lainnya, yang menandakan
kemanunggalan antara ruh dan raga dari simanusia itu sendiri. Seperti contohnya
orang yang sakit-sakitan secara fisik, maka jiwanya cenderung lebih perasa
dsb.
Dalam kondisi normal, ruh dan jiwa mendapatkan bagian yang seimbang.
Sehingga upaya untuk meningkatkan kondisi tertentu seperti unsur ruh yang
dominan dalam diri manusia, akan memberikan dampak yang supra rasional,
seperti menghilangnya sifat material dari raga kita. Sebagai contoh, orang yang
telah berhasil meningkatkan unsur ruh yang ada dalam dirinya mendekati titik
dominan, maka orang tersebut akan mendapatkan kekebalan dalam artian
sifat-sifat raga seperti berdarah, sakit dsb. bisa diminimalisir sedemikian rupa,
sehingga unsur raganya sesungguhnya telah tergantikan oleh unsur ruh yang
ada pada manusia tersebut.
Ternyata, dengan pengolahan ruh yang sedemikian rupa dalam diri manusia
tersebut, disamping meminimalisir gejala raga, juga meningkatkan kadar
kepekaan bathin kita. Karena bathin, yang bersemayan dalam ruh manusia,
dapat dengan leluasa memanfaatkan indera-indera yang ada dalam raga untuk
dapat merasakan atau menangkap gejala-gejala alam secara lebih baik dan
sempurna.
Untuk konkritnya mengenai hal ini mari kita lakukan latihan peningkatan unsur
ruhani dalam diri manusia dengan metode-metode berikut:
Metode I, penguasaan Ruh dalam diri manusia.
Latihan I : Mencapai ekstase dengan teknik
pernafasan dan dzikir.
Ekstase adalah suatu kondisi dimana, kesadaran manusia mulai lepas secara
spir it u al, dan mulai memasuki kondisi nonmaterialistik.
Cara melatih:
1. Aturlah tubuh pada posisi yang paling rileks dan memungkinkan kita untuk
berlama-lama pada posisi tersebut tanpa mengakibatkan efek-efek yang
dapat mengganggu jalannya latihan, seperti kesemutan, kram dsb.
2. Mulailah dengan membaca doa-doa perlindungan, untuk muslim dapat
membaca Ayat Kursyi, atau membaca doa lainnya menurut yang
dipercayai.
3. Mulailah berdzikir Allah… Allah… dengan cara sebagai berikut: Allah yang
pertama tarik nafas, Allah yang kedua buang nafas sambil dihentak.
4. Untuk meningkatkan konsentrasi, maka mata dapat ditutup, sambil berdzikir
secara lantang.
5. Lakukan selama 5 sampai 10 menit. Ini untuk memasuki tahap ekstase.
Penjelasan:
Teknik pernafasan dengan dzikir ini untuk memaksa raga agar cepat merespon
kekondisi ekstase, agar latihan selanjutnya, yaitu memaksimalkan unsur ruh
dalam diri kita dapat terlaksana dengan mudah.
Latihan II : memaksimalkan unsur Ruh dalam diri.
Mulai “merasakan” unsur ruh.
Latihan berikut dilakukan segera setelah metode I tadi selesai kita laksanakan.
1. Atur pernafasan agar kembali normal, dan tubuh kembali rileks.
2. Atur tangan kita ditengadahkan keatas seperti hendak berdoa dalam cara
Islam.
3. Tutup mata, sambil merasakan getaran yang sangat halus pada ujungujung
jari tangan kita, dimana semakin dirasakan, getaran-getaran tersebut
makin menguat seperti aliran setrum yang sangat kecil tetapi dapat kita
rasakan. Getaran ini seperti denyut-denyut halus pada pembuluh darah
ujung jari kita.
4. Mulailah menarik getaran tersebut kepangkal lengan, pundak, leher, kepala,
kemudian jalarkan keseluruh tubuh.
5. Gejala awal yang umumnya terjadi adalah tubuh terasa kebas, baal, atau
yang sejenisnya, dimana menandakan sifat raga yang materialistik tersebut
mulai tergantikan.
6. Yakinkan dengan mencubit atau menusukkan dengan jarum, atau bahkan
melakukan irisan dengan silet pada tubuh kita dimulai dari rambut dan
kebagian tubuh lainnya. Bila kita masih merasakan sakit, atau terjadi
perlukaan yang mengakibatkan terjadi pendarahan, maka latihan kita
belum sempurna, maka ulangilah dari latihan I diatas.
7. Proses diatas bisa saja dihilangkan, bila keyakinan kita dengan menjalarkan
getaran tersebut keseluruh tubuh kita anggap telah cukup.
Penjelasan:
Pada latihan ini, sesungguhnya kita sedang mengerjakan proses pemaksimalan
unsur ruh yang ada dalam diri manusia. Getaran yang kita rasakan tersebut
adalah gejala dimana unsur-unsur materialistik sedang berangsur berkurang,
sehingga pada akhirnya unsur ruh menguasai seluruh diri kita.
Tujuan:
Tujuan latihan ini adalah membangkitkan unsur dominan ruh pada diri
manusia sehingga tercapai kondisi nonmaterialistik, dimana sifat-sifat raga
pada diri mulai tergantikan oleh nilai-nilai ruh. Dengan dapat merasakan unsur
ruh, maka kepekaan kita akan meningkat pada titik maksimal, yang nantinya
akan kita pergunakan untuk latihan disesi berikutnya.
SESI 2 (Kedua)
Konsep mengenai Aura
Banyak pemahaman mengenai aura ini, tetapi mari kita sederhanakan saja
agar sesuai dengan maksud pelatihan kita. Aura bisa diartikan sebagai
perbawa, yaitu sifat-sifat manusia yang memang merupakan bawaan sejak kita
dilahirkan. Aura seseorang bisa saja dirasakan oleh orang lain tanpa disadari
oleh orang tersebut. Sebagai contoh, orang yang sedang marah, maka hawa
amarahnya dapat dirasakan oleh orang lain, walaupun orang yang sedang
marah tersebut tidak menampakkan ekspresi marah, tetapi hawanya telah
membuat orang disekitarnya merasa takut atau enggan. Begitupun orang yang
memiliki aura menyejukkan, maka orang-orang yang ada disekitar orang yang
memiliki karakter aura tersebut akan merasa sejuk dan tenang, walaupun orang
tersebut tidak berkata-kata atau mengeluarkan senyum sekalipun.
Aura pada kondisi normal, dimana orang tersebut sedang rileks dan tidak dalam
suatu kondisi apapun akan dapat menampilkan sifat asli dari orang tersebut,
yang memang sesungguhnya bawaan dari sejak lahir.
Dengan kombinasi pemaksimalan ruh yang baik, maka kondisi bawaan aura
seseorang dapat dirubah sedemikian rupa hingga memancarkan sifat-sifat
Al lah yang baik-baik, yang dapat dirasakan oleh orang lain disekitarnya.
10 P e l a t i h a n K e p e k a a n R a s a
Aura, tidak hanya dimiliki oleh manusia, tetapi semua ciptaan Allah memiliki
aura. Entah itu benda mati, binatang atau apapun memiliki aura yang berbeda
dan bersifat unik satu dengan yang lainnya. Karena keunikannya itulah kita
dapat “menggambar” getaran aura yang dimiliki oleh manusia, benda atau
makhluk lain bahkan suatu kejadian disuatu lokasi, dengan latihan yang benar
tentunya.
Metode I, “merasakan” Aura.
Latihan I : Membaca aura orang lain.
Membaca aura orang lain dapat kita lakukan bilamana kita telah menguasai latihan
pada sesi I secara sempurna. Konsepnya adalah dengan dapat merasakan diri
sendiri, tentunya merasakan sesuatu diluar diri sendiri menjadi mudah. Merasakan
getaran aura orang lain misalnya, dapat saja kita laksanakan bilamana pengaruh
kepekaan diri kita telah berhasil kita tingkatkan. Sehingga sekecil apapun getaran
yang terasa diluar diri kita dapat terdeteksi secara mudah.
Berlatih adalah awal keberhasilan. Tekun adalah kunci
keberhasilan. Berdo’a adalah tanda-tanda keberhasilan.
Cara berlatih :
1. Kerjakan latihan pada Sesi I secara keseluruhan.
2. Kalau tadinya unsur ruh dominan pada seluruh tubuh, kali ini pusatkan
getaran ruh kita tersebut hanya pada telapak tangan bagian dalam saja. Ciricirinya
adalah telapak tangan kita terasa kebas, baal dsb. yang menandakan
konsentrasi ruh kita terpusat pada telapak tangan tersebut, dan juga berarti
menunjukkan lokasi kepekaan kita yang paling tinggi.
3. Arahkan telapak tangan kita keseluruh tubuh orang yang akan kita deteksi.
Rasakan perbedaan rasa yang ada ditelapak tangan tersebut pada lokasilokasi
yang disebutkan diatas.
Tujuan : Dengan mengkonsentrasikan titik kepekaan ketempat yang terbatas,
maka pusat kepekaan dapat kita tingkatkan untuk mendapatkan hasil yang lebih
optimal.
Latihan 2 : Merasakan aura makhluk gaib yang
ada dipusaka.
Pancaran aura makhluk gaib berbeda dengan aura yang ada dialam kita. Makhluk
gaib hampir tidak dapat dirasakan dengan menggunakan kepekaan biasa, tetapi
kita mulai mengerahkan seluruh kemampuan indera kita untuk dapat menangkap
getaran makhluk gaib tersebut.
Yang umumnya terjadi dan dapat kita lakukan untuk latihan kita adalah
merasakan debaran jantung yang mengiringi rasa yang diterima oleh sensor
kita, seperti telapak tangan contohnya. Debaran ini bahkan biasanya diikuti
dengan terbangunnya bulu-bulu disekitar daerah sensor kita. Umpama bila kita
menggunakan telapak tangan untuk mendeteksi keberadaannya, maka bulu-bulu
disekitar tangan akan bangun/merinding, diikuti dengan debaran jantung yang
meningkat secara tiba-tiba.
Dzikir memberikan nikmat dan meningkatkan keimanan
kita kepada Al lah. Disamping itu dzikir juga dapat
meningkatkan kualitas kepekaan kita.
Cara latihan :
1. Lakukan latihan seperti pada sesi I & II.
2. Arahkan sensor kita, dalam hal ini telapak tangan, pada pusaka yang hendak
kita deteksi.
3. Tutup mata, untuk meningkatkan kepekaan rasa kita, dan rasakan bagaimana
getaran dan detak jantung yang tiba-tiba meningkat diikuti merinding/
bangunnya bulu-bulu disekitar tangan kita.
4. Bila kita merasakan sensasi atau fenomena tertentu segera buka mata kita.
Untuk muslim segera membaca Istighfar, untuk non muslim bisa segera
menahan nafas untuk beberapa saat.
Tujuan :
Pada latihan ini, kita belajar mendeteksi aura dari makhluk gaib dimana manfaat
pusaka tersebut dapat kita ketahui berdasar arti/warna yang terdeteksi.??
Sesi III
Meningkatkan kualitas kepekaan dengan dzikir
atau cara lain.
Kualitas kepekaan dapat terus kita tingkatkan dengan berlatih secara rutin dan
terus menerus, maupun dengan menggunakan cara-cara khusus. Cara-cara
khusus yang dimaksud adalah suatu metode untuk meningkatkan kualitas
kepekaan maupun kadar kemampuan bathin dalam mengolah getaran yang
diterima.
Meningkatkan kualitas kepekaan, berarti akan memudahkan kita untuk mengikuti
kelas pelatihan berikutnya, sehingga sesi ini dianggap penting untuk dapat
dilaksanakan oleh seluruh peserta pelatihan.
Metode I : Meningkatkan kepekaan dengan
berdzikir.
Dzikir dipercaya dapat meningkatkan kualitas keimanan kita, orang yang suka
berdzikir secara istiqomah, terus menerus dan rutin dikerjakan, dipercaya akan
memperoleh hikmah dari Tuhan Yang Maha Esa berupa pengetahuan yang
tersembunyi. Berdzikir tentunya harus dimulai dengan niat. Niat disini menentukan
hikmah yang ingin kita dapatkan.
Dzikir yang biasanya dibaca untuk meningkatkan kepekaan adalah membaca
dzikir Hawqollah yaitu: La Hawla Walaa Quwwaata Illa Billaahil Aliyyul
Adzhiim.
Mengenai jumlahnya tidak ditentukan, selama mengikuti pelatihan ini, sekiranya
dapat, maka bacalah dzikir ini diwaktu senggang, setelah sholat, atau memang
meluangkan waktu khusus untuk membacanya, seperti setelah selesai
sholat tengah malam, misalnya. Bacalah sebanyak yang kita mampu, jangan
meneruskan bacaan bilamana hati kita sudah mulai berkurang keikhlasannya,
dan selalu memulai dzikiran ini dengan niat.
Niat yang dibaca disarankan sebagai berikut :
Ya Allah, dzikirku ini untuk meningkatkan iman dan taqwaku kepada Mu,
juga berikanlah aku hikmah berupa pengetahuan yang gaib.
Metode II : Mengerjakan latihan ditempat
terbuka.
Bagi yang biasa mengerjakan latihan-latihan pada sesi sebelumnya, tentunya
kita mengerjakan ditempat tertutup atau dalam bangunan. Entah itu dikamar
kita, dimasjid atau musholla, atau tempat lain yang memang tertutup, maka
membiasakan mengerjakan latihan ditempat terbuka seperti dihalaman rumah,
pegunungan, pantai, ditengah lautan atau tempat-tempat lain yang intinya
ditempat atau alam terbuka.
Kegiatan tirakatan yang biasa dikerjakan ditempat kami merupakan cara yang
efektif untuk melatih peningkatan kualitas kepekaan kita. Karena kegiatan
tirakatan tersebut biasanya diadakan ditempat/alam terbuka, dan dalam kondisi
yang cukup ekstreem seperti dingin yang sangat atau panas yang cukup.
Tujuan :
Kegiatan latihan yang kita kerjakan diluar ruangan, khususnya di alam terbuka
akan merangsang radar kepekaan kita ketingkat yang lebih tinggi. Alam terbuka
mengandung jutaan getaran yang berbeda, dimana bathin kita secara otomatis
akan terlatih untuk memisahkan getaran-getaran yang kita tangkap tersebut
kebentuk pengetahuan yang berguna untuk kita.??
Penutup
Melatih kepekaan rasa, merupakan dasar untuk meningkat ke pelatihanpelatihan
kita selanjutnya. Dengan kepekaan rasa yang cukup, kita dapat
mengetahui, menganalisa, dan memanfaatkan informasi yang kita dapat dari
penginderaan/pendeteksian berdasar kepada kepekaan bathin yang kita miliki.
Setelah pelatihan ini, para peserta pelatihan diharapkan dapat melakukan
pendeteksian atas keberadaan benda-benda, keberadaan makhluk gaib, aura/
perbawa yang dominan pada seseorang, maupun mengetahui manfaat pusaka.
Bahkan hal-hal lain yang tanpa kita sadari telah kita peroleh, yang semata-mata
karena rahmat yang kita terima dari Tuhan Yang Maha Esa. Tetapi perlu disadari,
bahwa kemampuan yang kita miliki ini haruslah kita pergunakan untuk hal-hal
yang baik, serta tidak bertentangan dengan kaidah agama, serta harus jauh dari
kemungkinan untuk bersifat fitnah, syirik apalagi murtad kepada agama yang
kita anut. Semua ini harus disadari sebagai upaya kita untuk meningkatkan iman
dan taqwa kita kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Pelatihan kepekaan rasa ini masih jauh dari selesai. Karena setelah rasa maka
kita dapat meningkat kepelatihan kepekaan gerak, asa/hati, menyalurkan
kehendak dst. sehingga apa yang kita harapkan dari pelatihan kepekaan ini
dapat kita peroleh secara maksimal.
Sering-seringlah berdiskusi dengan pelatih, untuk mendapatkan hasil yang
sempurna. Juga, banyaklah berlatih secara konsisten dan terus menerus.
Memperbanyak dzikir, secara signifi kan akan memberikan dampak yang luar
biasa kepada kepekaan kita, disamping tentunya meningkatkan iman dan taqwa
kita kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Do’a Sulaiman

BISMILAHIROHMANIRROHIM
ALLAHUMMA INDA KHOLA FI SHUROTI SULAIMANA MINAL MASYRIQI WAL MAGHRIBI LIDZATIHI WA QUWWATIHI WA JABROILA WA A’ZROILA WAMULKI SULAIMANNA MINAL MASYRIQI WAL MAGHRIBI JINNAN WA INSAN WA RIHAN WA GHOMAMAN WA SALLAMA TASLIMAN JALA JALALUHU YA IBLISAS SYAITHONI FI DHULUMATI WAN NUR ROBBANA TAQOBBAL SULAIMANABNA DAWUDA A’LAIHIMAS SALAMU BIROHMATIKA YA ARHAMAR ROHIMIN.

Asma' Sulaiman

LAILAHA ILLALLOHUL AMRU KULLUHU LILLAHI WALA GHOLIBA YAGLIBULLOHU ( NURUN 3X ) SUBHANA MAN GOLABA NURUHU KULLA NURIN WA LAHAULA WALA QUWWATA ILLA BILLAHIL A’LIYYIL A’DHIMI KAF HA YA A’IN SHOD JAHLASIN WA AH SOLA WAL JASMAN KASAT SATYIN AHATIN MATYAHTOHAYTIN ( AHATIN 2X ) HAYFIN AJIB LAILAHA ILLALLOHU NAROT FAS TANAROT (TUBIN 2X) (SUBBUHUN 2X) ( HAYTOWTIN 2X ) QUDDUSUN ROBBUL MALAIKATI WARRUHI A’LAL A’RSYIS TAWAWA A’LAL MULUKI IHTAWA WALAHUL ASMAUL HUSNA LA DAFI’A LIMA QODO WALA MANI’A LIMA A’TO’ YAFA’LU LIMA YURIDU FI MULKIHI WA YAHKUMU FI KHOLQIHI MA YASYAU WAHUWA A’LA KULLI SYAi-’IN QODIR.

Bimbingan Ghoib

YA DAYMUSA IHDINI YA HADI WA AHBIRNI YA KHOBIRU WA BAYYIN LI YA MUBINU WA ALLIMNI YA ALLAMUL GHUYUB BIMA YAQO’U FI HADZIHIS SA’AH MIN KHIRIN WA SYARRIN
Di dawakan amalan ini selama 20 malam tanpa puasa setelah kadang blm sempurna 20 hari maka akan ada mahkluk Allah yg akan membimbing anda tentang hal2 ghoib

Do’a Nabi untuk yg sakit

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا :
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقُولُ لِلْمَرِيضِ بِسْمِ اللَّهِ تُرْبَةُ أَرْضِنَا بِرِيقَةِ بَعْضِنَا يُشْفَى سَقِيمُنَا بِإِذْنِ رَبِّنَا

( صحيح البخاري )
Dari Aisyah ra : Sungguh Nabi saw berdoa untuk yang sakit dengan ucapan : “Dengan Nama Allah, Demi Tanah Bumi kami, demi air liur sebagian dari kami, sembuhlah yang sakit pada kami, dengan izin Tuhan kami” (Shahih Bukhari)

Nyepi Gaman

Dalam kehidupan sehari-hari kita sering mendengar ada orang yang mampu menarik atau menyedot benda-benda pusaka, harta karun atau peninggalan-peninggalan nenek-moyang kita yang tak ternilai harganya. Yang kadang demi untuk mendapatkan itu orang rela mengeluarkan biaya yang sangat mahal. Walaupun tingkat keberhasilannya sangat kecil, dikarenakan ketidak-tahuan mereka akan hal-hal yang berhubungan dengan tata cara-ritual penarikan atau penyedotan benda-benda tersebut. Dan mungkin karena ketidak-mampuan pelaku Ritual tersebut. Di sini kami akan mempersembahkan salah satu ritual “Nyepi Gaman” bagi saudara-saudara yang masih awam dalam hal ini. Yang kami anggap paling aman dan mudah bagi para pemula dalam dunia “Hikmah ke-GHOIB-an” yang Insya Allah sebagai berikut:
1. Sebaiknya anda puasa terlebih dahulu satu, tiga atau tujuh hari tergantung kebutuhan kita terhadap nilai benda-benda tersebut.
2. Kemudian pada malam harinya setelah kita selesai puasa, kita bisa langsung ke tempat yang kita anggap ada benda-benda GHOIB yang kita maksudkan atau bisa juga kita cukup ambil tanahnya saja dan kita bisa melakukan ritual dari rumah kita masing-masing.
3. Setelah tanah kita bawa pulang saat tengah malam kita melakukan Shalat sunnah mutlak minimal 2 raka’at, setelah selesai selanjutnya kita terlebih dahulu kita TAWWASUL kepada:
 Yang Mulia Rasulullah Saw.
 Para Sahabat yang Mulia.
 Yang Mulia Syech Abdul Qodir al-Jaelany.
 Yang Mulia Syech Syatho al-Makki.
 Seluruh Auliya’i, Ulama’ amaliin, Syuhada’ Sholihin.
 Khususon man ijazany ……………
 Kedua orang tua kita, orang-orang yang di zhalimi, Seluruh orang Islam baik laki-laki dan perempuan di seluruh dunia.
4. Setelah selesai ber-tawwasul membaca:
 Istighfar 1000 x
 Suratul-Ikhlas 1500 x
Insya-Allah setelah selesai ritual seperti di atas apa yang kita inginkan segera di penuhi oleh Allah Swt. Apabila belum juga benda yang kita inginkan belum juga muncul atau dapat kita ambil maka sebaiknya teruskan membaca Sholawat sampai benda yang kita inginkan terwujud. Bi Idznillah

Dzikirnya Kanjeng sunan Kalijogo

 kang.cipto37@gmail.com

Bismillahirohmannirohim .
Jumeneng  nyawainingsun nafsu mutmainah makrifatullah. Nyawa adalah kehidupan.untuk mengembangkan iman lebih tinggi harus bisa menundukkan dan mengedalikan hawa nafsu.
1.untuk menundukan nafsu lauawamah pintu perjalananya ada mulut dan dzikirnya:

“Allahu laa illaha ila huwa”  100 x

2.untuk menundukan nafsu Amarah pintu perjalananya ada di telinga dzikirnya:

“Allahu ila huwahid “   100 x

3.untuk menundukan nafsu supiyah pintu perjalananya ada di hidung dzikirnya:

“Arrahman innahu hu Allah”  100x
4.untuk mengembangkan nafsu mutmainah perjalananya ada di Roh,Akal dan budi rasa dan dzikirnya :

“Hu Allah Hu Ahad Allahu shomad” 500 x
Fata barokallahu aksanul glinkia alhamdulillahi rabbil Alamin.

Kiat Sukses Berinteraksi Dengan Al-Quran (9); Berinteraksi dan Mentadabburkan Al-Quran Secara Aplikatif (13)

13. Memperhatikan aspek realita terhadap nash-nash Al-Quran
Saat mengawali pembahasan tentang tujuan-tujuan pokok Al-Quran, menerapkan misi gerakannya, seorang pembaca yg jeli hendaknya memperhatikan sisi faktual ayat-ayat Al-Quran, meneliti kesesuaiannya dg kondisi kontemporer, memahami solusinya & meluruskan permasalahan -permasalahannya serta memperbaiki manhaj & sistem hidup yg terdapat di dalamnya.
Saat membaca Al-Quran hendaknya menghilangkan belenggu zaman & tempat, sehingga akan ditemui darinya ayat-ayat tentang mukjizat yg seakan hidup, mensifati keberadaannya yg hidup, membicarakan realita kehidupan yg nyata, menjelaskan qodhoya –problema- & permasalahan yg terdapat disekitarnya. Pada saat membaca surat-surat dalam Al-Quran dg metode ini, maka akan ditemui surat-surat yg hidup, bergerak, menuntun & memberi petunjuk. Sehingga ketika menelaah ayat-ayat Al-Quran dg metode diatas maka akan ditemukan kejujuran, kasih sayang , kelembutan, kesatuan & kecintaan yg memanggilnya, seakan indah berinteraksi bersamanya. Ia selalu menyertainya dalam perjalanan yg indah & menyenangkan, membimbingnya dalam suasana yg bijak sesuai dg dunia realitanya & kehidupannya yg nyata. Pembaca Al-Quran akan mendapatkan Al-Quran & surat-suratnya sebagaimana yg telah ditemukan oleh Sayyid Qutb saat menyadari indahnya berinteraksi dg Al-Quran, memperhatikan sisi realitas terhadap nash-nash Al-Quran & arahan-arahannya, mengungkapkan dari apa yg ditemui di dalamnya, beliau berkata : “Begitulah saat saya kembali memandang surat-surat & ayat-ayat dalam Al-Quran. Begitulah saya merasakannya, & begitu pulalah saya kembali berinteraksi dengannya. Setelah melewati masa yg panjang utk hidup bersamanya, sekian lama bersatu, sekian lama berinteraksi dengannya sesuai dg tabiatnya, petunjuknya, fenomenanya & karakteristiknya.
Saya menemukan dalam Al-Quran wawasan yg begitu luas oleh adanya keragaman contoh, menemukan kelembutan yg begitu halus oleh karena interaksi individu yg intens, serta menemukan kenikmatan yg berlimpah oleh karena keragaman sifat & tabiat, petunjuk-petunjuk & arahan-arahan yg terdapat di dalamnya.
Semuanya adalah kebenaran, seluruhnya adalah kejujuran, seluruhnya adalah belas kasih, seluruhnya adalah kecintaan, seluruhnya adalah kenikmatan, & seluruhnya akan membarikan hati keragaman perhatian yg menyenangkan, keragaman kenikmatan yg berlimpah, keragaman sentuhan yg lembut, keragaman dampak yg menuntun, sehingga dapat memberikan citq rasa khusus & suasana yg unik.
Hidup bersama Al-Quran dari awal hingga akhir merupakan perjalanan indah…perjalanan dalam alam nyata & abstrak, teori & praktek, ketetapan & sentuhan yg tenggelam ke dalam jiwa yg paling dalam, sehingga menampakkan peristiwa-peristiwa alam secara konkrit. Rihlah yg memiliki keistimewaan karakter pd setiap surat & tiap-tiap surat…” (Ad-Dzilal : 3 : 1243)
Setiap ayat-ayat dalam Al-Quran memiliki sisi realita masa depan, baik ayat yg berhubungan dg aqidah, kisah-kisah, berita tentang umat masa lalu, arahan, hukum, / yg berhubungan dg sunatullah, prinsip-prinsip, nilai-nilai & etika-etika / lain-lainnya.
Ayat-ayat yg dapat mengenalkan tentang Allah SWT, & menjelaskan kepada kita tentang kerajaan-Nya & kekuasaan-Nya yg agung & mulia, mengajarkan sifat-sifat Allah SWT & nama-nama-Nya yg mulia, sehingga kita dapati aspek realita tentang masa depan secara nyata. Bahwa sifat-sifat Allah SWT yg terdapat dalam nash-nash Al-Quran merupakan sifat yg konkrit & positif…seperti sifat ilmu Allah yg universal yg mencakup segala sesuatu yg ada di muka bumi.
Allah berfirman :
يَعْلَمُ مَا يَلِجُ فِي الْأَرْضِ وَمَا يَخْرُجُ مِنْهَا وَمَا يَنْزِلُ مِنَ السَّمَاءِ وَمَا يَعْرُجُ فِيهَا وَهُوَ مَعَكُمْ أَيْنَ مَا كُنْتُمْ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
“Dia mengetahui apa yg masuk ke dalam bumi & apa yg keluar daripadanya, & apa yg turun dari langit & apa yg naik kepadanya. Dan Dia berada bersamamu dimana saja kamu berada. Dan Allah Maha Melihat apa yg kamu kerjakan”. 2(Al-Hadid : 4)
Jika realita kehidupan selalu disertai oleh dalil pd ayat ini maka akan menjadikan hatinya & seluruh tubuhnya hidup; menghadirkan kebersamaan Allah dalam dirinya, Dia Maha Mengetahui terhadap seluruh jiwanya, geraknya & keadaannya, sehingga dirinya akan selalu istiqomah atas manhaj Allah, merasa diawasi & takut kepada-Nya. Ayat tersebut secara faktual akan dapat menyinari kehidupan & membuat jalan hidup manusia menjadi cerah.
Kisah-kisah Al-Quran yg menceritakan tentang umat pd masa lalu & preilaku-perilaku mereka juga memiliki sisi realita masa depan, seakan dg membicarakan keadaan manusian & sifat-sifat mereka & karakteristik kehidupan mereka, seorang pembaca dapat menjadikannya sebagai pelajaran dalam beraqidah, berdawah, bergerak, memberikan inspirasi tentang pendidikan, ghazwah & jihad, serta memberikan pengetahuan tentang karakterstik Al-Quran & cahayanya yg mampu menyingkap berbagai wawasan & petunjuk.
Kita berharap kepada Allah menolong kita dalam mempersiapkan aktualisasi tentang kisah-kisah dalam Al-Quran & menjadikannya sebagai pelajaran & ibroh dalam beraqidah, berdawah, bergerak & berjihad. Contoh dari kisah dalam Al-Qur’an adalah “Maa qishos As-Sabiqin fi Al-Quran” akan di dapat berbagai pelajaran yg unik, utk dapat dijadikan pegangan hidup di masa mendatang.
Kami mengajak para pembaca utk memperhatikan sisi aktualisasi terhadap ayat-ayat berikut ini:
Dalam kisah nabi Ibrahim Allah berfirman :
قَالُوا مَنْ فَعَلَ هَذَا بِآَلِهَتِنَا إِنَّهُ لَمِنَ الظَّالِمِينَ. قَالُوا سَمِعْنَا فَتًى يَذْكُرُهُمْ يُقَالُ لَهُ إِبْرَاهِيمُ . قَالُوا فَأْتُوا بِهِ عَلَى أَعْيُنِ النَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَشْهَدُونَ
“Mereka berkata : “Siapakah yg melakukan perbuatan ini terhadap tuhan-tuhan kami, sesungguhnya dia termasuk orang-orang yg zalim. Mereka berkata : “kami dengar ada seorang pemuda yg mencela berhala-berhala ini yg bernama Ibrahim. Mereka berkata : “(kalau demikian) bawalah dia dg cara yg dapat dilihat orang banyak, agar mereka mau menyaksikan”. 2 (Al-Anbiya : 59-61)
dan Firman Allah tentang kisah ashabul kahfi:
وَكَذَلِكَ بَعَثْنَاهُمْ لِيَتَسَاءَلُوا بَيْنَهُمْ قَالَ قَائِلٌ مِنْهُمْ كَمْ لَبِثْتُمْ قَالُوا لَبِثْنَا يَوْمًا أَوْ بَعْضَ يَوْمٍ قَالُوا رَبُّكُمْ أَعْلَمُ بِمَا لَبِثْتُمْ فَابْعَثُوا أَحَدَكُمْ بِوَرِقِكُمْ هَذِهِ إِلَى الْمَدِينَةِ فَلْيَنْظُرْ أَيُّهَا أَزْكَى طَعَامًا فَلْيَأْتِكُمْ بِرِزْقٍ مِنْهُ وَلْيَتَلَطَّفْ وَلَا يُشْعِرَنَّ بِكُمْ أَحَدًا . إِنَّهُمْ إِنْ يَظْهَرُوا عَلَيْكُمْ يَرْجُمُوكُمْ أَوْ يُعِيدُوكُمْ فِي مِلَّتِهِمْ وَلَنْ تُفْلِحُوا إِذًا أَبَدًا
“Mereka berkata : Tuhan kamu lebih mengetahui berapa lamanya kamu berada (disini). Maka suruhlah salah seorang diantara kamu pergi ke kota dg membawa uang perakmu ini, & hendaklah dia lihat manakah makanan yg lebih baik, maka hendaklah dia membawa makanan itu untukmu,d an hendaklah dia berlaku lemah lembut & janganlah sekali-kali memberitakan helmu kepada seorangpun. Sesungguhnya jika mereka dapat mengetahui tempatmu, niscaya mereka akan melempar kamu dg batu, / memaksamu kembali kepada agama mereka, danjika demikian niscaya kamu tdk akan beruntung selama-lamanya”. (Al-Anbiya : 19-20) & firman Allah pd saat men yeru nabi Zakaria utk memberikan rizkinya kepada anak kecil : “…Maka anugrahilah aku dari sisi Engkau. Yang akan mewarisi aku & mewarisi sebahagian keluarga Yaqub; & jadikanlah ia, ya Tuhanku, seorang yg diridloi”2 (Maryam : 19-20)
Alalh berfirman tentang raja fir’aun yg menjadi contoh nyata bagi setiap pemimpin yg zhalim & pemimpin yg durjana :
إِنَّ فِرْعَوْنَ عَلَا فِي الْأَرْضِ وَجَعَلَ أَهْلَهَا شِيَعًا يَسْتَضْعِفُ طَائِفَةً مِنْهُمْ يُذَبِّحُ أَبْنَاءَهُمْ وَيَسْتَحْيِي نِسَاءَهُمْ إِنَّهُ كَانَ مِنَ الْمُفْسِدِينَ
“Sesungguhnya Firaun telah berbuat sewenang-wenang di muka bumi & menjadikan penduduknya berpecah belah, dg menindas segolongan dari mereka, menyembelih anak laki-laki mereka & membiarkan hidup anak-anak perempuan mereka. Sesungguhnya Firaun termasuk orang-orang yan gberbuat kerusakan”. 2 (Al-Qoshosh: 4)
Allah berfirman tentang penyiksaan & penghinaan yg dilakukan oleh orang-orang kafir terhadap orang-orang beriman:
إِنَّ الَّذِينَ أَجْرَمُوا كَانُوا مِنَ الَّذِينَ آَمَنُوا يَضْحَكُونَ . وَإِذَا مَرُّوا بِهِمْ يَتَغَامَزُونَ . وَإِذَا انْقَلَبُوا إِلَى أَهْلِهِمُ انْقَلَبُوا فَكِهِينَ . وَإِذَا رَأَوْهُمْ قَالُوا إِنَّ هَؤُلَاءِ لَضَالُّونَ
“Sesungguhnya orang-orang yg berdosa, adalah mereka yg dulunya (di dunia) menertawakan orang-orang yg beriman. Dan apabila orang-orang yg beriman lalu dihadapan mereka,mereka saling mengedip-ngedipkan. Dan apabila orang-orang yg berdosa kembali kepada kaumnya, mereka kembali dg gembira. Dan apabila mereka melihat orang-orang mumin, mereka mengatakan : “ Sesungguhnya mereka itu benar-benar orang-orang yg sesat”. 2 (Al-Muthaffifin : 29-32)
Hendaknya pembaca Al-Quran memperhatikan sisi realita pd bidang ekonomi dalam ayat berkut ini :
وَلَا تُؤْتُوا السُّفَهَاءَ أَمْوَالَكُمُ الَّتِي جَعَلَ اللَّهُ لَكُمْ قِيَامًا وَارْزُقُوهُمْ فِيهَا وَاكْسُوهُمْ وَقُولُوا لَهُمْ قَوْلًا مَعْرُوفًا
“Janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yg belum sempurna akalnya, harta (mereka yg berada dalam kekuasaanmu) yg dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan”. 2 (An-Nisa : 5)
Sisi realitas tentang sunnah Rabbaniyah :
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آَمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَلَكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman & bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit & bumi, tetapi mereka endustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya”. 2 ( Al-Arof : 96)
Sisi realitas tentang keluarga :
وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ فَإِنْ كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللَّهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا
“Dan bergaullah dg mereka secara patut. Kemudian apabila kamu tdk menyukai mereka, (maka bersabarlah) kerena mungkin kamu tdk menyukai sesuatu, padahal Allah menjdaikan padanya kebaikan yg banyak”. 2 (An-Nisa : 19)
Sisi realitas tentang ayat yg menetapkan akibat memerangi agama ini, kekalahan tentaranya dimana saja mereka :
يُرِيدُونَ لِيُطْفِئُوا نُورَ اللَّهِ بِأَفْوَاهِهِمْ وَاللَّهُ مُتِمُّ نُورِهِ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ . هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ
“Mereka ingin hendak memadamkan cahaya (agama) Alalh dg mulut (ucapan-ucapan) mereka. Dan Allah tetap menyempurnakan cahaya-Nya meskipun orang-orang kafir benci. Dialah yg mengutus Rasul-Nya dg membawa petunjuk & agama yg benar agar Dia memenangkannya diatas segala agama-agama meskipun orang-orang musyrik benci”. 2 (As-Shof : 8-9)
Dan contoh-contoh lainnya…
Sumber: al-ikhwan. net

Perintah Untuk Mengikuti Sunnah Rasulullah Dan Larangan Dari Fanatisme Dan Taqlid, Syaikh Masyhur bin Hasan Alu Salman

Syaikh Masyhur bin Hasan Alu Salman
Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat & salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam, keluarganya & semua sahabatnya.
Saudara-saudara yg saya cintai karena Allah. Saya bersaksi di hadapan Allah, bahwa saya mencintai antum semua & orang-orang shalih di negeri ini semata karena Allah. Saya datang ke Indonesia utk yg ketiga kalinya. Dan saya –alhamdulillah- mendapatkan kebaikan yg sangat banyak di negeri ini. Saya berdoa semoga Allah menjadikan kita termasuk orang-orang yg dikatakan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam hadits qudsi:
وَجَبَتْ مَحَبَّتِي فِي الْمُتَجَالِسِينَ فِيَّ وَ وَجَبَتْ مَحَبَّتِي فِي الْمُتَزَاوِرِينَ فِيَّ
Orang-orang yg duduk di satu majelis karena Aku, maka mereka pasti mendapatkan kecintaan dariKu. Orang-orang yg berkumpul karena Aku, maka telah mendapatkan kecintaan dariKu.
Sudah kita ketahui bersama, orang yg masuk ke dalam agama Islam harus mengatakan:
أَشْهَدُ أَنْ لا إلَهَ إلا الله, وَأَشْهَدُ أنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ
Dua kalimat tersebut merupakan kalimat yg sangat agung. Seseorang tdk bisa dikatakan muslim, kecuali jika dia telah mengucapkan dua kalimat tersebut, memahami & melakukan konsekuensi dari kedua kalimat itu.
Dan makna perkataan أَشْهَدُ أَنْ لا إلَهَ إلا اللهadalah tdk ada sesembahan yg berhak utk disembah kecuali Allah. Maka wajib bagi seorang muslim utk merealisasikan ubudiyahnya kepada Allah. Ubudiyah kepada Allah adalah kecintaan yg sempurna, taat & tunduk terhadap perintahNya. Oleh sebab itulah, semua para nabi datang membawa panji Islam.
Allah berfirman.
إِنَّ الدِّينَ عِندَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ
Sesungguhnya agama yg Allah diridhai di sisiNya adalah Islam. (Ali Imran: 19).
Allah berfirman.
وَمَن يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَن يُقْبَلَ
Dan barangsiapa yg menginginkan agama selain Islam, maka tdk akan pernah diterima (agama itu) darinya. (Ali Imran: 85).
Semua agama di atas bumi adalah agama yg batil, kecuali Islam. Allah tdk akan menerima & rela utk hambaNya, kecuali agama Islam ini. Agama ini wajib dijalankan & diamalkan oleh kaum muslimin. Allah berfirman.
شَرَعَ لَكُم مِّنَ الدِّينِ مَا وَصَّىٰ بِهِ نُوحًا وَالَّذِي أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ وَمَا وَصَّيْنَا بِهِ إِبْرَاهِيمَ وَمُوسَىٰ وَعِيسَىٰ ۖ أَنْ أَقِيمُوا الدِّينَ وَلَا تَتَفَرَّقُوا فِيهِ ۚ كَبُرَ عَلَى الْمُشْرِكِينَ مَا تَدْعُوهُمْ إِلَيْهِ ۚ اللَّهُ يَجْتَبِي إِلَيْهِ مَن يَشَاءُ وَيَهْدِي إِلَيْهِ مَن يُنِيبُ
Allah telah mensyariatkan bagi kalian agama seperti yg telah diwasiatkanNya kepada Nuh & apa yg telah Kami wahyukan kepadamu (Muhammad) & Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa & Isa yaitu: “Tegakkanlah agama & janganlah kalian berpecah-belah tentangnya. Amat berat bagi kaum musyrikin agama yg kamu serukan mereka kepadanya. Allah memilih orang-orang yg dikehendakiNya kepada agamaNya & memberikan petunjuk kepada (agama)Nya orang-orang yg kembali (kepadaNya). (Asy Syura: 13).
Dalam ayat lain, Allah berfirman.
Allah menentukan utk (diberi) rahmatNya orang-orang yg Dia kehendaki. (Al Baqarah: 10)
Allah memilih orang-orang tertentu dari kalangan ahli tauhid & ahli din.
Namun syi’ar (slogan) seorang muslim adalah tauhid & Sunnah. Karena itu, keimanan seorang muslim tdk akan sempurna kecuali jika dia telah mengatakan:
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّّ اللهُ
Dengan itulah, tauhid akan terwujud, & juga dg kalimat:
أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ
Makna kalimat ini, ialah tdk ada orang yg berhak diikuti, kecuali Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.
Maka, seorang muslim tdk boleh menjadikan seorang syaikh, madzhab, kelompok, jama’ah, nalar, pendapat, (aturan) politik, adat, taqlid, budaya, warisan nenek moyang, sebagai panutan & diterima begitu saja tanpa melihat dalil. Seorang muslim tdk bisa dikatakan muslim yg sempurna, sampai ia melaksanakan ubudiyah (penghambaan diri) hanya utk Allah saja & menjadikan Rasulullah n sebagai orang yg dia ikuti. Barangsiapa yg menisbatkan diri kepada salah satu madzhab, kelompok / jama’ah / akal, maka ucapannya “Asyhadu anna Muhammad Rasulullah” masih dianggap kurang & tdk sempurna.
Pernyataan yg telah kami sebutkan itu merupakan ketetapan semua ulama Islam, terutama para imam yg empat, Imam Abu Hanifah, Imam Syafi’i, Imam Malik & Imam Ahmad, semoga Allah memberikan rahmat kepada mereka semua.
Imam Abu Hanifah berkata: ”Haram bagi seseorang mengemukakan pendapat kami, sampai dia mengetahui dari mana kami mengambilnya”.
Dan Imam Malik, sambil memberikan isyarat ke arah makam Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam sambil berkata: ”Semua orang, perkataannya bisa diambil & bisa ditolak, kecuali perkataan orang yg ada di dalam kuburan ini,” yaitu Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.
Imam Syafi’i berkata: ”Jika ada hadits shahih, maka itulah madzhabku”.
Pada suatu hari, datang kepadanya seseorang & berkata: “Wahai, Imam. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda begini & begini (sambil menyebutkan hadits) dalam masalah ini. Lalu, apa pendapatmu, wahai Imam?” Maka Imam Syafi’i marah besar & berkata: ”Apakah engkau melihat saya keluar dari gereja? Apakah engkau melihatku keluar dari tempat peribadatan orang Yahudi? Engkau menyampaikan sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Maka aku tdk berkata apa pun, kecuali seperti apa yg dikatakan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam“.
Karena itulah, salah satu muridnya yg bernama Yunus bin Abil A’la Ash Shadafi dalam satu majelis pernah ditanya tentang satu masalah. Maka dia menjawabnya dg hadits Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Lalu ada yg bertanya: ”Apa pendapat Imam Syafi’i dalam masalah tersebut?” Beliau menjawab: ”Madzhab Imam Syafi’i ialah hadits Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, karena saya pernah mendengar beliau berkata: ”Jika ada hadits shahih, maka itulah madzhabku”.
Begitu pula Imam Ahmad, beliau adalah orang yg selalu mengikuti atsar & dalil. Beliau tdk pernah berhujjah, kecuali dg dalil dari firman Allah / sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Demikian ini merupakan kewajiban bagi seorang alim, mufti & orang yg meminta fatwa. Karena Allah memerintahkan orang-orang yg tdk memiliki ilmu agar bertanya.
فَاسْأَلوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لا تَعْلَمُونَ
Maka tanyakanlah kepada orang-orang yg memiliki pengetahuan jika kalian tdk mengetahui. (An Nahl: 43).
Akan tetapi, (sebagian) kaum muslimin berhenti sampai ayat ini saja. Mereka lupa & tdk melanjutkan ayat tersebut. Padahal kelanjutan dari ayat tersebut adalah:
بِالْبَيِّنَاتِ وَالزُّبُرِ
Dengan keterangan-keterangan & kitab-kitab. (An Nahl: 44).
Maksudnya, jika Anda tdk mengetahui, maka bertanyalah kepada orang yg mengetahui dg disertai dalil, hujjah & bukti-bukti. Itulah makna firman Allah:
بِالْبَيِّنَاتِ وَالزُّبُرِ
Agama & hukum Allah tdk diambil kecuali berdasarkan keputusan (ijma’), penjelasan & kaidah-kaidah para ulama yg dilandasi dg dalil-dalil syar’i. Dari situ, tumbuhlah persatuan. Persatuan yg wajib digalang oleh kaum muslimin harus bertumpu pd tauhid & ittiba’ kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Persatuan secara fisik yg kita serukan harus didahului oleh persatuan / kesamaan pemahaman. Pemahaman kita harus dilandasi dg tauhid & ittiba’ hanya kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Dan inilah makna dari firman Allah.
أَنْ أَقِيمُوا الدِّينَ وَلَا تَتَفَرَّقُوا فِيهِ
Tegakkanlah agama & jangan kalian berpecah belah tentangnya. (Asy Syura: 13).
Allah melarang kita berpecah-belah, & jangan sampai ada sesuatu yg memecah-belah kita. Allah juga melarang kita meninggalkan Al Qur’an & Sunnah Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam.
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam telah memberitahukan kepada kita, bahwa pd akhir jaman nanti akan ada beberapa kaum yg mengingkari Sunnah. “Aku akan mendapati salah satu dari kalian bersandar di atas kursinya sambil berkata “Dihadapan kita ada Kitab Allah. Jika kita mendapatkan sesuatu yg halal di dalamnya, maka kita akan halalkan. Dan jika kami menemukan sesuatu yg haram, maka kami haramkan”. Ketauhilah, bahwa aku telah diberi sesuatu yg sama dg Al Qur’an”. (HR Abu Daud & Tirmidzi).
Kedudukan Sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam sama dg Al Qur’an. Di dalamnya disebutkan hal-hal yg halal & haram. Orang yg mengingkari Sunnah, hukumnya kafir, keluar dari agama. Orang yg mengingkari Sunnah, berarti mengingkari Al Qur’an.
Kita lihat, bagaimana Al Qur’an bisa sampai kepada kita? Al Qur’an sampai kepada kita dari generasi ke generasi. Para tabi’in mengambilnya dari para sahabat, & para pengikut tabi’in mengambilnya dari para tabi’in. Begitu seterusnya, sehingga Al Qur’an bisa sampai kepada kita.
Pada masa-masa terakhir ini, telah terjadi perbedaan. Kami menemukan beberapa kaum di antara mereka ada yg mengingkari Sunnah. Di antara mereka ada yg membacanya dg niat mencari barakah & tdk beramal dg sunnah. Ada sebagian orang, yg sama sekali tdk perduli sama sekali dg Sunnah, & dia beranggapan bahwa yg dimaksud dg Sunnah adalah satu hukum yg tdk ada sangsinya. Demikian ini merupakan dugaan yg salah.
Sebab, para ulama, jika mengatakan “Sunnah” secara mutlak, maka maknanya tdk lepas dari dua hal.
Pertama: Sunnah, sebagai sumber syari’at (hukum). Dalam hal ini, kedudukan Sunnah sama dg Al Qur’an, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam:
أَلاَ إِنِّي أُوْتِيْتُ الكِتَابَ وَمِثْلَهُ مَعَهُ
Kedua: Sunnah yg berarti sebagai salah satu hukum syar’i yg lima, yg berada di bawah wajib & di atas mubah. Berdasarkan (makna) yg kedua ini, pelakunya akan diberi pahala, & yg meninggalkannya tdk mendapat sangsi.
Jika seseorang tdk memiliki kemampuan utk mengambil dalil yg benar, maka lebih baik dia mengikuti jalan para sahabat, karena kebaikan hanya dari jalan mereka. Kemudian kebaikan ini diriwayatkan & diambil oleh para tabi’in. Akan tetapi, pd jaman tabi’in, kebaikan tersebut tercampuri dg noda & bid’ah yg mulai muncul. Sehingga, muncullah kelompok-kelompok seperti Rafidhah, Qadariyah & kelompok-kelompok sesat lainnya. Padahal, kebanyakan orang umumnya masih berada di atas kebaikan tersebut. Seiring dg perjalanan waktu, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam memberitahukan tentang keterasingan agama ini. beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
Sesungguhnya agama (Islam) muncul dalam keadaan asing & akan kembali menjadi asing. Maka keberuntungan bagi orang-orang yg asing. Ditanyakan kepada nabi n: “Siapa mereka, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: “Sekelompok orang yg sedikit, yg berada di kalangan orang yg banyak. Mereka memperbaiki Sunnah-ku yg telah dirusak oleh orang. ” (HR Tirmidzi)
Oleh karenanya, ketika Imam Ahmad mendengar seseorang berkata – saat fitnah banyak bermunculan, di antaranya bid’ah yg menyatakan Al Qur’an adalah makhluk & fitnah lainnya,: “Ya, Allah. Matikanlah aku di atas Islam. ” Maka Imam Ahmad berkata kepadanya: ”Katakanlah, ‘Ya, Allah. Matikanlah aku di atas Islam & Sunnah’. ”
Kita memohon & berdo’a kepada Allah, semoga kita dimatikan di atas Islam & Sunnah, & semoga kata-kata terakhir dalam hidup kita ialah laa ilaaha illallah
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam juga memberitahukan kepada kita, bahwa setiap satu jaman berlalu & datang jaman lain, maka semakin berat fitnah yg melanda umat ini & perpecahan akan semakin nampak. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salalm berkata kepada sahabatnya:
فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِي – أي من يطول به العمر- فَسَيَرَى اخْتِلَافًا كَثِيرًا
Sesungguhnya, barangsiapa yg hidup di antara kalian (panjang umurnya), maka dia akan mendapatkan perbedaan yg sangat banyak. (HR Abu Daud).
Perpecahan tersebut telah terjadi, & ini adalah penyakit. Dan tdk ada satu penyakit, (kecuali) pasti ada obatnya. Obat dari penyakit ini, ialah sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam lanjutan hadits itu sendiri.
فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّينَ الرَّاشِدِينَ مِنْ بَعْدِي عَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ
Maka hendaklah kalian berpegang teguh dg Sunnah-ku, & sunnah para khulafaur rasyidin yg mendapat petunjuk. Gigitlah (peganglah) sunnah tersebut dg gerahammu.
Jadi, Sunnah para khulafa’ & Sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah satu. Karena itulah Rasulullah n bersabda: فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّينَ الرَّاشِدِينَ مِنْ بَعْدِي , lalu setelah itu Beliau berkata “عَضُّوْا عليها” dg lafazh satu (tersirat dalam sabda beliau ini bahwa sunnah Rasulullah & sunnah khulafa’ Ar Rasyidin adalah satu –red) & tdk berkata “عَضُّوْا عَلَيْهِمَا” (gigitlah keduanya, maksudnya peganglah ia dg sekuat-kuatnya).
Pada hakikatnya, semua ini merupakan agama Allah. Karena, sebagaimana Allah memilih Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam sebagai utusanNya dari kalangan manusia, maka Allah juga memilih utk nabiNya sahabat-sahabat yg pilihan. Allah mengutus Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam kepada mereka utk mengajar & membersihkan mereka, sebagaimana yg telah Allah firmankan:
هُوَ الَّذِي بَعَثَ فِي الْأُمِّيِّينَ رَسُولًا مِّنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِن كَانُوا مِن قَبْلُ لَفِي ضَلَالٍ مُّبِينٍ
Dia-lah yg mengutus kepada umat yg buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yg membaca ayat-ayatNya kepada mereka, mensucikan mereka & mengajarkan kepada mereka Kitab & Hikmah (Sunnah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya berada dalam kesesatan yg nyata. (Al Jumu’ah: 2).
Orang yg mencela Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, berarti dia telah mencela Allah. Orang yg mencela sahabat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, sungguh dia telah mencela Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Agama ini adalah dari Kitab Allah & Sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dg pemahaman para salaful umah, dari para sahabat & tabi’in, seperti difirmankan Allah.
وَمَن يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِن بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَىٰ وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّىٰ وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ ۖ وَسَاءَتْ مَصِيرًا
Dan barangsiapa menentang Rasul setelah jelas kebenaran baginya & mengikuti jalan yg bukan jalannya orang-orang mukminin, Kami biarkan dia leluasa terhadap kesesatan yg telah dikuasainya itu, & Kami masukkan dia ke dalam Jahannam. Dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali. (An Nisaa’: 115).
Yang dimaksud jalan orang-orang mukminin, ialah para sahabat & orang-orang yg berjalan di atas jalan mereka dari kalangan para tabi’in & pengikut tabi’in sampai hari kiamat tiba. Keberadaan mereka, akan terus ada sampai hari kiamat datang, seperti yg akan kita jelaskan, insya Allah.
Agama ini adalah agama yg nilai-nilainya dipraktekkan, bukan agama filsafat / teori semata. Agama ini telah tegak pd masa-masa yg lalu, sejak zaman Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, era sahabat & para tabi’in. Apa yg menjadi agama pd masa itu, maka pd sekarang ini, hal tersebut juga merupakan bagian dari agama. Dan jika pd zaman mereka ada satu hal yg bukan dari agama, maka sekarang ini, hal tersebut juga bukan termasuk dari agama yg dicintai & diridhai Allah.
Agama ini adalah Kitab Allah, & Kitab Allah memerintahkan agar kita mengikuti Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Dan Rasulullah, memerintahkan kita utk mengikuti sahabat Rasulullah. Ini semua dicintai & diridhai Allah. Begitulah yg difahami Imam Syafi’i & ulama lainnya.
(Suatu waktu), Imam Syafi’i datang ke Masjidil Haram di Mekkah utk menunaikkan ibadah haji. Beliau duduk & berkata kepada orang-orang yg ada: “Tanyalah kepadaku. Tidak ada orang yg bertanya tentang sesuatu kepadaku, kecuali aku akan menjawabnya dg Kitabullah”.
Maka ada orang awam berdiri & bertanya: “Wahai, imam. Ketika aku masuk Masjidil Haram, aku menginjak & membunuh satu serangga. Padahal orang yg dalam keadaan ihram tdk boleh membunuh sesuatu. Akan tetapi, aku telah membunuh seekor serangga. Apa jawabannya dari Kitabullah?”.
Setelah memuji Allah & shalawat kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, Imam Syafi’i berkata: Allah berfirman: Apa-apa yg telah diperintahkan Rasul, maka haruslah kalian mengambilnya. (Al Hasyr:8).
Sementara Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berkata:
فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّينَ الرَّاشِدِينَ مِنْ بَعْدِي
Maka hendaklah kalian berpegang teguh dg Sunnah-ku & sunnah para khulafaur rasyidin yg mendapat petunjuk. (HR Abu Daud)
Dan di antara Khulafaur Rasyidin adalah Umar bin Khaththab. Kemudian beliau membawakan sebuah riwayat bahwa ada seseorang bertanya kepada Umar bin Khaththab tentang seseorang yg membunuh seekor serangga dalam keadaan ihram. Maka Umar menjawab, ”Tidak ada denda (sangsi) apa pun atas kamu”. Maka Imam Syafi’i berkata: “Jawabanku dari Kitabullah, wahai orang yg berbuat (seperti) itu, sesungguhnya engkau tdk mendapat sangsi apapun. Itulah jawaban dari kitab Allah. ”
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam telah menceritakan kepada kita, bahwa akan terjadi perpecahan pd umat ini. Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam juga menjelaskan, Yahudi terpecah menjadi 71 golongan, Nashara akan terbagi menjadi 72 golongan. Dan kaum muslimin, akan terpecah menjadi 73 kelompok. Rasulullah kemudian berkata, semua kelompok itu –semuanya- akan masuk ke dalam neraka, kecuali satu kelompok saja. Ditanyakan kepadanya: “Siapa mereka, wahai Rasulullah?” Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab: “Yaitu orang-orang yg berada di atas jalanku & jalan para sahabatku pd hari ini. ”
Perpercahan itu juga telah dijelaskan oleh para sahabat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Para sahabat benar-benar menekuni agama ini dg amalan nyata. Karena sesuatu yg bersifat teori, akal & pemahaman bisa berbeda-beda. Namun, jika berbentuk praktek & amalan, maka itu merupakan hal yg terbaik dalam menafsirkan firman Allah & ucapan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam . Perbedaan seperti ini sudah ada ketika muncul para imam & Daulah Islam. Para fuqaha (ahli fiqih) jatuh ke dalam perbedaan tersebut. Namun perbedaan yg terjadi pd di kalangan mereka memiliki ketentuan-ketentuan & kaidah-kaidah yg sesuai dg syar’i, sehingga tdk ada saling mencela & perpecahan.
Para fuqaha, terutama para imam yg empat, mereka saling mencintai. Kita juga harus mencintai mereka, berlepas diri dari orang-orang yg mencela mereka. Namun kita juga yakin, di antara mereka, tdk ada satu pun yg ma’shum. Semoga Allah memberikan rahmatNya kepada mereka.
Akan tetapi, setelah itu, pd masa akhir-akhir ini muncul fanatisme & taqlid buta kepada imam-imam tersebut. Sehingga ada sebagian orang yg bermadzhab Syafi’i berkata, bahwa orang yg bermadzhab Syafi’i tdk boleh menikah dg wanita yg bermadzhab Hanafi. Dan orang yg bermadzhab Hanafi tdk boleh menikah dg wanita yg bermadzhab Syafi’i. Sehingga terjadilah fanatisme yg tercela & taqlid buta yg tdk dicintai & diridhai Allah.
Umat ini terpecah dg perpecahan yg sangat dahsyat. Setiap golongan umat ini tdk beribadah kepada Allah, kecuali dg madzhab satu imam. Kemudian pemahaman agama hanya diambil dari catatan-catatan & buku-buku ulama terdahulu tanpa kembali kepada dalil-dalil yg syar’i. Sehingga semakin menambah perbedaan & perpecahan umat ini, karena persatuan tdk akan mungkin terwujud kecuali jika dilandasi dg Kitabullah & Sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Seiring dg bergulirnya waktu, maka perbedaan yg ada semakin keras & dahsyat.
Ketika kekuatan & kekuasaan Islam hilang, muncul sekelompok orang yg ingin memperbaiki keadaan & mendirikan agama ini. Masing-masing kelompok menempuh metode tersendiri, sehingga terjadi perpecahan & perbedaan yg tajam di antara mereka. Padahal ahlul haq (orang-orang yg berada di atas kebenaran) masih ada. Dan sebelumnya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah menceritakan tentang orang-orang tersebut dalam haditsnya:
لَا تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِي ظَاهِرِينَ عَلَى الْحَقِّ حَتَّى تَقُومَ السَّاعَةُ
Masih akan terus ada satu kelompok pd umatku, mereka akan tetap berada di atas kebenaran sampai hari kiamat datang. (HR Bukhari & Muslim).
Pada asalnya, kaum muslimin harus menjadi umat yg bersatu di atas tauhid & Sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam seperti yg telah kami jelaskan. Dan juga, satu sama lain harus saling mencintai karena agama Allah. Ketika terjadi perselisihan antara seorang Muhajirin & seorang Anshar, & Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mendengar orang Anshar berkata “Wahai orang-orang Anshar!” & yg Muhajirin berkata “Wahai orang-orang Muhajirin!”
Sebutan Muhajirin & Anshar adalah dua nama yg syar’i & dicintai Allah. Allah telah menyebutkan dalam KitabNya, artinya: Dan orang-orang yg terdahulu dari kalangan Muhajirin & Anshar serta orang-orang yg mengikuti mereka dg kebaikan, maka Allah telah ridha kepada mereka & mereka juga telah ridha kepada Allah. (At Taubah: 100)
Namun ketika terjadi perbedaan antara keduanya & masing-masing memanggil kelompoknya, maka Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berkata kepada mereka: “Apakah kalian melakukan adat jahiliyah, padahal aku berada di tengah-tengah kalian?”
Sabda Beliau “kalian telah melakukan adat jahiliyah” ini ditujukan kepada orang yg mengatakan “Wahai orang-orang Anshar” & yg berkata ”Wahai orang-orang Muhajirin”.
Jadi, seharusnya umat ini bersatu & menjadikan Kitabullah & Sunnah Rasulullah n sebagai penentu hukum di antara mereka. Keduanya adalah agama yg diamalkan oleh para sahabat. Mengamalkan agama dg pemahaman & amalan para sahabat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.
Orang-orang yg mengikuti para sahabat akan terus ada, seperti disabdakan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.
لَا تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِي ظَاهِرِينَ عَلَى الْحَقِّ حَتَّى تَقُومَ السَّاعَةُ
Masih akan terus ada satu kelompok pd umatku, mereka akan tetap berada di atas kebenaran sampai hari kiamat datang.
Hadits ini harus kita cermati. Dengan memahaminya, maka orang akan merasa tenang, tdk goncang & bingung. Hadits ini penting.
Berikut penjelasannya:
Pertama: Disebutkan di dalamnya “masih akan terus ada”, yg artinya “tidak akan terputus”. Maka siapa pun yg mengajak kepada kebenaran, lalu dakwahnya sampai kepada seorang tertentu, & sebelumnya tdk ada kelompok / jama’ah kecuali setelah orang tersebut muncul, maka dia tdk termasuk di dalam hadits ini. Karena Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berkata: ”Masih akan terus ada pd umatku”. Dan ahlul haq tdk pernah mengajak, kecuali kepada Al Qur’an & Sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dg pemahaman para salafush shalih. Kelompok yg disebutkan Rasulullah n ini akan terus ada & memiliki sanad (jalur periwayatan) yg sampai kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.
Kedua, sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam “akan tetap eksis / menang”. Ini tdk berarti mereka haruslah golongan yg kuat / menang dg kekuatan materi. Akan tetapi, mereka tetap menang dg hujjah, dalil, keterangan, penjelasan & kaidah-kaidah para ulama. Mereka tetap teguh di atas kebenaran. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menceritakan tentang keadaan mereka dalam sabdanya:
لاَ يَضُرُّهُمْ مَنْ خَذَلَهُمْ
Tidak mempengaruhi mereka orang-orang yg tdk memperdulikan mereka.
Dan dalam riwayat Musnad Imam Ahmad:
إِلاَّ لَعْوَاءُ تُصِيْبُهُمْ
(Kecuali jika musibah yg menimpa mereka).
Maka kelompok manapun, di negeri manapun, & kapanpun mereka berada sementara musuh-musuh mereka berhasil mengecilkan nyali & menekan mentalnya, maka mereka ini bukan yg termasuk dalam hadits Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tersebut, karena Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam berkata “tidak mempengaruhi mereka orang-orang yg mencela & mengganggu mereka”.
Kelompok yg disebutkan ini adalah yg berada di atas agama Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam & para sahabatnya. Kelompok tersebut akan menjadi kelompok yg mendapat pertolongan & akan menggenggam masa depan yg bagus. Allah telah menceritakan dalam KitabNya, & Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam Sunnah-nya yg shahih, bahwa masa depan akan menjadi milik agama ini. Dan agama ini akan menang & merambah seluruh wilayah. Barangsiapa yg menduga bahwa Allah tdk akan menolongnya (Muhammad) di dunia & akhirat, maka hendaknya dia merentangkan tali ke langit, kemudian hendaklah ia melaluinya, kemudian hendaklah dia pikirkan apakah tipu dayanya itu dapat melenyapkan apa yg menyakitkan hatinya. (Al Hajj: 15).
Makna ayat ini (ialah): Wahai, seluruh manusia. Barangsiapa yg menduga Allah tdk akan menolong Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam & agamanya, maka lebih baik dia menggantung dirinya dg tali di atap rumahnya, lalu membunuh dirinya. Karena Allah benar-benar menolong Nabi & agamaNya.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salalm pernah ditanya: “Kota manakah yg lebih dulu dibebaskan, Qostantiniyah (Konstantinopel yaitu di Turki) / Roma (ibukota Italia)?” Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab: “Qostantiniyah) dahulu, kemudian Roma. ”
Dan (Qostantiniyah) telah dibebaskan semenjak tahun 1543M, dibebaskan lebih dari 800 tahun setelah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menceritakan kabar tersebut dalam haditsnya. Dan kita sedang menunggu penaklukkan kota Roma, sebagaimana dikabarkan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menceritakan dalam hadits yg diriwayatkan oleh Tsauban:
سَتَكُوْنُ فِيْكُمْ النُّبُوَّةُ مَاشَاءَ اللهُ أَنْ تَكُوْنَ ثُمَّ تَنْقَضِي, ثُمَّ تَكُوْنُ فِيْكُمْ خِلاَفَةٌ رَاشِدَةٌ مَاشَاءَ اللهُ لَهَا أَنْ تَكُوْنَ ثُمَّ تَنْقَضِي, ثُمَّ يَكُوْنُ فِيْكُمْ مُلْكٌ مِيْرَاثِي مَاشَاءَ اللهُ لَهُ أَنْ يَكُوْنَ ثُمَّ يَنْقَضِي, ثُمَّ يَكُوْنُ لَكُمْ مُلْكٌ عَضُوْدِي –ملك جبري –مَاشَاءَ اللهُ لَهُ أَنْ يَكُوْنَ ثُمَّ يَنْقَضِي , ثُمَّ تَكُوْنُ فِيْكُمْ خِلاَفَةٌ عَلَى نَـهْجِ النُّبُوَّةِ
Akan datang pd kalian masa kenabian sesuai dg kehendak Allah, setelah itu habis masanya. Lalu akan datang zaman Khilafah Rasyidah sesuai dg kehendak Allah, lalu setelah itu habis masanya. Lalu datang masa kerajaan yg turun menurun sesuai dg kehendak Allah, lalu setelah itu habis masanya. Lalu datang masa kerajaan dg cara paksaan (peperangan) dg kehendak Allah berdiri, lalu setelah itu habis masanya. Kemudian datang masa Khilafah yg berada di atas jalan kenabian.
Di samping Allah mempersiapkan segala sesuatunya utk pendirian khilafah yg berada di atas jalan kenabian tersebut, Allah juga mempersiapkan sebab-sebabnya. Di antara sebabnya, adalah Allah memberikan kemudahan kepada para ulama utk menjelaskan hadits-hadits shahih & jalan para salafush shalih dari umat ini.
Para imam-imam (ulama) tersebut yg diawali oleh Bukhari, lalu Muslim, Nasaa-i, Abu Dawud & Ibnu Majah. Mereka semua bukanlah dari golongan bangsa Arab. Bukhari dari negeri Bukhara, Muslim dari Naisabur, Nasaa-i dari Nasaa’, Abu Dawud dari Sijistan, Ibnu Majah dari Qozwin. Mereka semua adalah orang ajam (bukan Arab). Mereka adalah para ulama hadits, muncul setelah masa para imam empat, (yaitu): Syafi’i, Malik, Abu Hanifah, & Ahmad. Pada zaman para fuqaha, Sunnah belum dibukukan dalam satu buku, namun setelah zaman mereka.
Kemudian Allah menurunkan keutamaanNya utk kita di negeri Syam dg munculnya Syaikh Imam dalam ilmu hadits (yaitu) Abu Abdir Rahman Muhammad Nashiruddin bin Nuh Najati Al Albani. Beliau datang dari negeri Albania, dibawa hijrah oleh ayahnya ke Damaskus guna menjaga agamanya. Kemudian diusir dari Damasqus, lalu menuju ke Yordania. Beliau tinggal (disana) lebih dari 50 tahun. Setiap hari selama lebih dari 18 jam, beliau melakukan penelitian terhadap hadits-hadits Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam , baik dari buku-buku cetakan / dari manuskrip-manuskrip kuno. Selama itu, beliau mengarang & menjelaskan hadits-hadits Nabi .
Setelah itu, dg keutamaan Allah, muncul ulama-ulama sunnah di negeri-negeri kaum muslimin. Mereka mengajak utk kembali kepada Sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam & sunnah para sahabatnya. Inilah tanda-tanda khilafah yg telah diceritakan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam & yg akan kembali kepada umat ini, Insya Allah. Khilafah tersebut berada di atas jalan kenabian, jalan para sahabat & tabi’in yg datang setelah Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam.
Oleh sebab itu, wahai saudara-saudaraku! Jika ingin menolong & menyebarkan agama kita, maka kita harus mempelajari Al Qur’an. Karena dg menghafal & menjaganya, hati akan menjadi mulia. Dengan memahami & mentadabburinya (menghayatinya), akal pikiran menjadi mulia. Kita juga harus menghafal & menjaga hadits-hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam , atsar para sahabat & tabi’in. Mengetahui perkataan-perkataan mereka dalam menghukumi masalah-masalah. Kita juga harus selalu mempelajari agama Allah dg dalil-dalilnya yg syar’i & shahih. Kita jangan bersikap fanatik kepada seseorang, madzhab, kelompok & jama’ah. Kita harus bersikap lembut, memberi nasihat, menunjukkan rasa cinta kepada saudara-saudara kita yg terjerumus ke dalam jurang fanatisme terhadap satu kelompok. Jika kamu menolak nasihat kami, maka jangan kamu berikan semua akalmu kepada yg engkau ikuti, teapi sisakan sedikit, agar kamu bisa bertadabbur & berpikir. Jika kamu merasa berat utk melihat kebenaran kecuali dari tempat yg sempit & kamu merasa tertahan di tempat tersebut, maka hendaklah kamu menjaga kunci tempat tersebut di tanganmu / di sakumu; jangan engkau buang jauh & jangan berikan kepada orang lain. Karena, jika pd suatu saat kamu mengetahui mana yg benar, maka kamu bisa keluar dari tempat tersebut dalam keadaan tenang & bebas. Dan kamu bisa melihat kebenaran dari tempat yg luas dg dalilnya yg shahih & syar’i. Akhirnya, engkau akan berjalan di atas jalan para ulama.
Dan ketahuilah dg seyakin-yakinnya, wahai saudara-saudaraku! Sesungguhnya akhir umat ini tdk akan menjadi baik, kecuali jika mencontoh umat yg pertama. Tidak ada jalan utk memperbaiki umat ini, kecuali dg jalan para ulama, duduk di majlis para ulama, mempelajari agama dg pemahaman mereka & mengamalkannya, kemudian menyebarkannya. Maka dg itu, kaum mukminin akan bergembira dg pertolongan dari Allah. Saya mengharap kepada Allah, agar kita dijadikan dari salah satu sebab ditolongnya agama ini, & sebab penyebarluasan Sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.
Semoga Allah memberikan manfaat kepada kita & menjadikan kita berguna bagi orang lain, juga menjadikan apa yg telah kita katakan & kita dengar ini menjadi hujjah (pembela) utk kita, bukan penggugat diri kita. Semoga Allah menjadikan itu semua sebagai timbangan kebaikan kita, & menjadikan timbangan kita berat karenanya, Insya Allah.
(Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 01/Tahun IX/1426H/2005M Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km. 8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 08121533647, 08157579296)
oleh: Syaikh Masyhur bin Hasan Alu Salman & diterbitkan di almanhaj. or. id

Perbedaan Pandangan Fiqh dalam Penunjukkan dari Sebuah Dalil

الخلاف الفقهي في تحقيق المناط
Rambu-Rambu Penetapan Hukum dalam Fiqh Islam:2
Perbedaan Pandangan Fiqh dalam Penunjukkan dari Sebuah Dalil
2
Dalam berbagai kesempatan jaulah-dakwah sering ada ikhwah yg menyampaikan pendapatnya pd ana sebagai berikut: “Berkoalisi dg kelompok sekular itu haram!” Ana tanya: “Mengapa?” Jawab ikhwah tersebut: “Ya jelaslah, berdasarkan ayat & hadits yg melarang ber-muwalah dg musuh-musuh ALLAAH SWT. ” Dalam kesempatan lainnya ada ikhwah lain yg berkata: “Mengapa kita harus bergandengan dg ahlul-ma’ashiy (ahli maksiat) utk memimpin ummat, bukankah itu berarti mengorbankan prinsip dakwah demi kepentingan kekuasaan?!”
Demikianlah semangat yg berkobar-kobar di dada para ikhwah, yg sungguh ana bersyukur bisa mengkaruniakan masa-masa dalam hidup ana, utk selalu berkumpul bersama orang-orang yg punya ghirah terhadap Islam yg demikian tinggi, & semoga ALLAAH SWT bisa mengumpulkan ana & mereka kelak di Jannah-NYA, sebagaimana disebutkan dalam hadits shahih: . Orang-orang yg saling mencintai karena ALLAAH, saling bertemu karena ALLAAH & berpisahpun karena ALLAAH(1). Aamiin ya RABB
Namun ikhwah wa akhwat fiLLAAH a’azzakumuLLAAH, ketahuilah bahwa masalah yg kita diskusikan di atas tidaklah sesederhana seperti yg diperkirakan oleh sebagian ikhwah di atas, oleh karenanya izinkan dalam kajian kali ini ana memaparkan sedikit tentang mana-mana masalah yg pokok yg tdk berubah dalam Islam (ats-tsawabit) & mana yg bisa berubah, & setelah itu akan sedikit ana paparkan juga bagaimana perbedaan pendapat para fuqaha atas penunjukan dari sebuah dalil (khilafiyyah dalam tahqiqul-manath) yg tdk boleh sembarangan, karena ia tdk boleh asal melihat dalil lalu dimaknai dalam suatu kasus secara serampangan, karena jikalah masalahnya sesederhana itu maka tdk perlu lagi adanya fuqaha & tak perlu lagi diajarkan disiplin ilmu fiqh syari’ah.
Tsawabit Wal Mutaghayyirat 2
Tsawabit adalah hal-hal yg bersifat tetap & tdk menerima pengembangan ijtihad maupun tambahan & perubahan apapun. Menurut Syaikh DR Abdurrahman Abdul Khaliq rahimahuLLAH: Yang termasuk kelompok ini adalah bidang aqa’id (masalah-masalah keimanan), ibadah (rukun Islam yg lima) & akhlaq (kumpulan pekerti yg utama seperti kejujuran, ihsan, keikhlasan, keberanian, dsb). Semua perkara ini adalah tsawabit dalam ad-Din, manusia sama sekali tdk boleh memasukkan tambahan / pengurangan apapun ke dalamnya.
Sifat-sifat ALLAH SWT, malaikat, surga & neraka, hari akhir, azab kubur & masalah-masalah gaib yg lain, mutlak menerima tambahan baru / pengurangan apapun, karena ilmu baru dalam masalah ini hanya bisa didapat melalui wahyu, padahal tdk ada lagi wahyu sepeninggal RasuluLLAH SAW. Inilah perbedaan mendasar antara kita dg sebagian kelompok tasawwuf, karena ada di antara mereka yg bertumpu kepada takhayyul, khurafat & mukasyafah utk mengetahui hal-hal aqidah di atas, sehingga ada di antara mereka yg berkata: Kami telah bertemu dg ALLAH SWT, / kami telah bertemu dg malaikat anu & anu… Padahal pintu kegaiban seperti ini tdk akan didapatkan kecuali melalui wahyu, sedangkan setelah nabi SAW wafat maka tdk ada lagi wahyu.
Ibadah-ibadah pun tdk boleh diadakan penambahan / pengurangan, menambah 1 raka’at saja dari shalat fardhu yg telah ditetapkan akan membatalkan shalat tersebut, demikian pula mengadakan shalat sunnah yg belum pernah dilakukan oleh nabi SAW, / menambah berbagai kaifiyyat ibadah manapun seperti zakat, puasa & hajji adalah tdk boleh, semuanya harus dilakukan seperti yg telah dicontohkan oleh nabi SAW tanpa ditambah ataupun dikurangi.
Demikian pula dalam masalah akhlaq & tazkiyyah-nafs, tdk boleh ditambah / dikurangi, karena akan menjadi berlebihan / berkurangan dari yg telah dicontohkan oleh nabi SAW. Kesemua hal ini adalah tsawabit dalam Islam, apapun tambahan & pengurangan di dalamnya adalah merupakan bid’ah yg diharamkan & pelakunya adalah sesat & tempatnya adalah di neraka(2). SELESAI KUTIPAN.
Adapun yg mutaghayyirat menurut beliau adalah sebagai berikut: Nash-nash al-Qur’an yg turun dalam masalah mu’amalah, maka ia bagaikan kaidah-kaidah, pokok-pokok yg umum & bingkai yg memberikan penerangan bagi kaum muslimin & memberikan legalitas utk mereka mengatur diri mereka sendiri sesuai petunjuk ketika muncul perubahan yg baru baik yg berkaitan dg diri mereka sendiri maupun dg musuh-musuh mereka. Karena itulah masalah mu’amalah merupakan mutaghayyirat terbesar dalam diin ini.
Singkatnya bidang mu’amalah adalah pintu-pintu terbesar dari pintu-pintu ijtihad. Karena luasnya cakupannya, besarnya variasi serta cepatnya perubahannya, maka dapatlah dikatakan bahwa bidang ini seperti urusan politik, ekonomi & sosial, maka ini merupakan suatu problema. Sebab yg tsawabit dalam Islam (aqidah, ibadah & akhlaq) tdk menimbulkan problema karena memang nashnya jelas, bisa difahami serta sedikit sekali perbedaan pendapat di dalamnya. Sedangkan urusan politik, sosial & ekonomi, sekalipun pokok-pokoknya tetap namun perubahannya besar sekali. Situasi politik dunia tiap hari berubah & membutuhkan ijtihad baru. Kita tdk hidup sendirian di bumi ini, tapi turut hidup pula bersama kita ummat & bangsa-bangsa lain. Mereka memiliki sistem mu’amalah tersendiri & memberikan pula tekanan politik pd kita(3).
Khilafiyyah dalam Tahqiqul-Manath2
Adapun persoalan khilaf (perbedaan pendapat) di kalangan fuqaha dalam penetapan tahqiqul-manath (menerapkan suatu hukum/nash yg bersifat umum kepada kasus-kasus yg bersifat khusus) maka hal ini termasuk perbedaan pendapat dalam masalah furu’ (cabang syariat), dimana pihak yg berbeda dalam penetapannya tdk boleh dicela / diragukan dien-nya & keadilannya.
Mengapa? Karena cakupan persoalan ini ke dalam ilmu waqi’i (ilmu realitas) lebih banyak dari cakupannya ke ilmu syar’i (ilmu agama). Maka barangsiapa melihat kebenaran dari salah satu di antara 2 pendapat, maka ia wajib mengikutinya, & barangsiapa menguatkan pendapat yg lain dg ijtihad (kalau ia seorang mujtahid baik juz’i maupun muthlaq) / dg taqlid kepada seorang yg ia percayai din-nya & ilmunya (jika ia dari golongan awam), maka tdk ada celaan atasnya.
Berkata seorang ulama salaf pembela sunnah, Imam Asy Syatibi –rahimahuLLAAH-: “Adapun ijtihad yg berkenaan dg tahqiqul-manath maka mengenai penerimaannya sudah tdk ada khilaf lagi di antara ummat. Contohnya tafsir dari ayat: Dan persaksikanlah dg 2 orang saksi yg adil di antaramu(4), makna adil adalah jelas, tapi bagaimana menentukan kualitas keadilan tersebut? Maka manusia tdk memiliki standar yg sama, bahkan akan jauh berbeda. Ujung teratas adalah jelas, yaitu sebagaimana keadilan pd diri sahabat Abubakar ra, yg tdk ada kesamaran dalam keadilannya. Demikian pula ujung terbawah yg merupakan awal yg berbatasan dg sifat zhalim, seperti orang yg pernah mendapatkan hukuman had dalam Islam. Adapun antara 2 ujung tersebut ada banyak tingkatan adil yg tak terhingga jumlahnya, yg pertengahan sangat samar, maka disinilah perlu pengerahan akal fikiran secara maksimal utk menentukannya, inilah lapangan ijtihad(5).
Lebih lanjut beliau menjelaskan: “Cukuplah anda mengetahui bahwa syariat tdk menetapkan hukum atas setiap perkara yg bersifat juz’i, namun syariat datang membawa perkara-perkara yg bersifat kulli & keterangan yg bersifat mutlak. Maka seorang mujtahid haruslah seorang yg sangat faham tentang sisi masalah fiqh yg ia amati, agar hukum syar’i turun selaras dg tuntutannya. Sebagaimana juga seorang muhaddits yg harus mengetahui keadaan sanad & jalur-jalur periwayatannya, mengetahui shahihnya dari dha’ifnya, mana yg bisa dijadikan hujjah & mana yg tdk bisa(6).
Contoh pembahasan fiqh dalam masalah ini adalah sebagai berikut: Menolak Hukum Syar’i adalah Kufur Besar, & perkara ini merupakan hal yg qath’i (pasti) dalam syariah. Akan tetapi tahqiqul-manath nya (penerapannya pd suatu kasus tertentu), akan berbeda-beda tergantung pd situasi, kondisi, sebab, dsb. Seorang tdk bisa langsung dihukumi kafir hanya karena menggunakan suatu sistem dari Barat misalnya, tapi hendaknya dibandingkan antara manfaat & mafsadat dari sistem tersebut & dilakukan pengujian serta penelitian secara teliti, sampai jelas perbandingan mafsadat & manfaatnya, karena pengharaman dilakukan bukan lidzatihi (karena menggunakan salah satu sistem impor tersebut) melainkan li dhararihi (karena dampaknya). Dan dampak ini merupakan hal yg perlu kajian & penelitian yg seksama, & setiap orang dapat memperkuat argumen nya masing-masing tanpa memvonis kepada yg berbeda, karena ia merupakan masalah ijtihadiyyah.
Contoh lainnya adalah al-muwalah bil kuffar (memberikan loyalitas kepada orang kafir) adalah haram berdasarkan nushush yg qath’iy & masalah ini la syakka fiihi (tidak ada keraguan di dalamnya) bagi orang yg beriman kepada ALLAAH & hari Akhir, namun jika ada kasus sebuah kelompok dakwah melakukan koalisi politik dg kelompok sekularis tdk dapat serta-merta di vonis sebagai muwalah bil kuffar, sebelum dilihat illat (sebab-sebab)-nya apakah karena memang ada muwalah disana / karena strategi dalam peperangan, / juga karena fiqh muwazanah bayna al-maslahah wa al-mafsadah. Sekali lagi masalah-masalah seperti ini amat banyaknya & ia lebih dekat kepada Fiqh Waqi’ dibandingkan dg Nushush Syari’ah itu sendiri. Kasus seperti ini amat banyaknya dalam waqi’iyyah keseharian kita dalam beramal jama’i, sebagaimana telah dicontohkan pd pernyataan-pernyataan ikhwah di atas. Wallahu a’lamu bish shawaab…
___
Catatan Kaki:2
(1) HR Bukhari, III/116 & Muslim, VI/381
(2) As Salafiyyun wal ‘Aimmah al Arba’ah, DR Abdurrahman Abdul Khaliq, hal. 24-25.
(3) Ibid, hal 26-28.
(4) QS at-Thalaq-2
(5) Al-Muwafaqaat, Imam Syathibi, IV/89
(6) Ibid, IV/165
Sumber: al-ikhwan. net