“Barangsiapa mendapatkan kesesatan, maka ia tidak akan menemukan (dalam hidupnya) seorang wali yang mursyid” (Al-Qur’an).
Syeikh Abdul Qadir Al-Jilany berkata :
Bila anda ingin bahagia, begurulah pada seorang Syaikh (Mursyid) yang berilmu, mengenal aturan-aturan Allah Azza wa-Jalla, dan dengan ilmunya ia mengajarimu, mendidikmu adab, dan mengenalkan
jalan ma’rifatullah Azza wa-Jalla kepadamu.
Sang murid haruslah punya pembimbing dan bukti nyata. Karena ia berada di hamparan darat yang penuh dengan kajaengking, ular, bencana, kedahagaan, binatang buas yang mengancam. Maka
hati-hatilah terhadap semua ancaman bencana ini. Sang pembimbing menunjukkan mana tempat sumber air, dan mana pohon yang berbuah.
Namun bila murid sendiri tanpa punya bukti, ia akan terjerumus di bumi kebuasan, dan padang kebinatangan, kalajangking, ular dan bencana lainnya.
Wahai musafir dunia, jangan sampai kalian pisah dari kelompok, bukti dan
sahabat-sahabat dekat. Bila itu terjadi anda bisa kehilangan segalanya, harta dan nyawa anda.
Wahai musafir akhirat, teruslah anda dengan bukti dari Allah, hingga anda smapai tujuan. Berbaktilah pada pembimbingmu dalam penempuhan jalan itu, perbaiki adabmu bersamanya. Jangan sampai anda keluar dari pandangannya, hinga dia mengajarimu, mendekatkan dirimu padaNya. Lalu ia mewakilkan padamu dalam menempuh Jalan itu karena pengawasannya atas kepatuhanmu, kejujuranmu, kecerdasanmu, hingga dirimu menjadi pemimpin dan raja sesuai dengan keahlian. Ia memberikan wewenang padamu untuk menaiki kendarannya, dan terus demikian hingga anda sampai pada Nabimu saw, lalu mursyidmu menyerahkan dirimu pada beliau, mendekatkan padamu dengan nyata, lalu memberikan pelimpahan pada hati, perjalanan batin dan makna-makna, hingga anda berjalan pergi ke hadapan Allah Azza wa-Jalla dan di hadapan para makhluk.
Anda menjadi pelayan di hadapan Nabimu saw. Lalu anda mendatangi makhluk dan sang Pencipta Azza wa-Jalla setahap demi setahap. Dan hal demikian bukan melalui proses nyepi dan angan-angan, tetapi dengan sesuatu yang tertancap kokoh dalam dada dan beramal yang benar.
Para Sufi senantiasa meninggalkan orang-orang dekatnya menempuh jutaan jarak hingga putus dengan nafsunya. Mereka mendengarkan Kalamullah Azza wa-Jalla dengan qalbunya dan maknya penghayatannya, serta membenarkan apa yang didengar hatinya melalui amaliah fisiknya.
Hai orang yang tidak mengerti! Bertobatlah kepada Allah Azza wa-Jalla dan kembalilah kepada kaum Shiddiqun utama, dan ikutilah mereka dalam ucapan, dan tindakan mereka. Jangan ikuti bangunan jalan orang-orang munafiq yang terus menerus berburu dunia dan kontra dengan akhirat, meninggalkan keutamaan Allah Azza wa-Jalla yang telah dijejakkan generasi sebelumnya. Mereka kaum munafiq itu menempuh jalan kanan, kiri, belakang, demi mencari jalan kemalasan, dan mereka tidak menempuh jalan utama yang benar, yaitu Jalan menuju Allah Azza wa-Jalla.
Anak-anak sekalian!
Mereka itulah kaum yang bergaul dengan dunia, demi dunia, esok tidak tahu bila akan putus dengan kalian. Bagaimana anda tidak memutuskan antara dirimu dengan mereka yang berlingkungan buruk, yang pergaulannya adalah selain Allah Azza wa-Jalla . Bila anda harus bergaul benar, maka bergaullah dengan orang-orang wara’, orang zuhud, ahli ma’rifat yang senatiasa beribadah demi berharap hanya kepada Allah Azza wa-Jalla, dan mereka memang dikehendakiNya.
Bergaullah dengan orang yang mengambil makhluk dari hatimu, dan memberikanmu kedekatan kepada Allah Azza wa-Jalla.Bergaullah dengan orang yang membuang kesesatanmu dan memberikan penegakkan konsistensimu. Maka kedua matamu akan memejam dari dunia lalu terbukalah pandangan akhirat, riwayat generasi dunia lalu tertutup, dan terbukalah riwayat generasi akhirat.
Ketakutan dan krisis meninggalkanmu dan gantinya adalah kemerdekaan dan kebebasan dari ular, kalajengking, binatang buas, dan mendudukkan dirimu pada tempat aman, santai dan bagus.
Bergaullah pada mereka yang seperti itu, bersabarlah atas ucapannya, menghadaplah dengan perintah dan larangannya, maka anda segera meraih kebajikan.
Berikan duniamu kepada yang berhak dan betawakallah, serta duduklah di pintu amal. Maka ketika itulah anda melemparkan diri anda di lautan tawakkal, hingga terpadu antara akibat dengan Sang Penyebab. Perbaikilah adabmu di hadapan gurumu, hendaknya anda lebih banyak diam, karena dengan diam itu lebih mengarahkan dirimu dalam adab yang baik, sedangkan su’ul adab bisa menjauhkan dirimu dengannya. Bagaimana anda bisa beradab, jika anda tidak bergaul dengan ahli adab? Bagaimana anda belajar sedangkan anda tidak rela dengan guru pengajar anda, dan anda pun tidak berbaik sangka padanya?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar