Allahumma sholi ala Syaidina Muhammadin Wa’ala ali Syaidina Muhammadin wa’ala Ahli Bait
Agar kita mengetahui dengan terang dan pasti apakah kedudukan “shalawat” adalah bagian daripada keimanan, perhatikanlah ayat-ayat Allah yang termaktub dalam Al-Qur’an yang disebutkan di bawah ini :
“Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.” (Q.S. Al-Ahzab: 56)
Sabda Rasulullah SAW : “Bershalawatlah kamu kepada-Ku, karena shalawatmu itu menjadi zakat penghening jiwa pembersih dosa) untukmu.” (H.R. Ibnu Murdaweh, Al-Jami’)
Dari firman Allah SWT dan sabda Rasulullah SAW di atas menegaskan dengan setegas-tegasnya bahwa bershalawat untuk Nabi adalah salah satu bagian dari keimanan yang wajib disempurnakan oleh segala kaum Muslimin dengan sepenuh hatinya.
Abu Hurairah ra berkata : “Saya mendengar Nabi SAW bersabda : Janganlah kamu menjadikan rumah-rumahmu sebagai kubur dan janganlah kamu menjadikan kuburku sebagai persidangan hari raya. Bershalawatlah kepadaku, karena shalawatmu sampai kepadaku dimana saja kamu berada.” (H.R. An Nasaiy, Abu Dawud dan Ahmad serta dishahihkan oleh An Nawawi)
Hadits ini menyatakan bahwasanya Nabi menyuruh kita bershalawat untuknya serta menyatakan bahwa shalawat kita itu sampai kepadanya dimana saja kita berada. Selain dari itu Nabi melarang kita mengosongkan rumah kita dari shalawat dan zikir, sebagaimana Nabi melarang kita menjadikan kuburnya tempat berkumpul dan bersuka ria apabila kita menziarahinya, karena shalawat kita sampai kepadanya di mana saja kita membacanya.
Maka sudah terang bahwa shalawat adalah bagian dari agama yang merupakan ibadah, hendaklah kita para ummat melaksanakannya dengan sebaik-baiknya, menurut petunjuk-petunjuk yang diberikan oleh Rasulullah SAW sendiri, ditempat-tempat yang dikehendaki oleh syara’ dan di waktu-waktu yang perlu kita bershalawat, baik yang khusus maupun yang umum. Perintah ayat yang tersebut di atas, dikuatkan lagi oleh dua buah hadits yang telah kita sebutkan diatas, sesudah ayat itu.
Diterangkan oleh Abu Dzar Al Harawy, bahwa perintah shalawat ini terjadi pada tahun kedua Hijriyah. Ada yang berkata pada malam Isra’ dan ada pula yang berkata dalam bulan Sya’ban. Dan oleh karena itulah bulan Sya’ban dinamai dengan “Syahrush Shalati” karena dalam bulan itulah turunnya surah Al-Ahzab ayat 56.
Pengertian Shalawat
“Shalawat”, berarti “doa, memberi berkah, dan ibadah.”
Maka shalawat Allah kepada hamba-Nya dibagi dua : khusus dan umum.
Shalawat khusus, ialah shalawat Allah kepada Rasul-Nya, Nabi-nabi-Nya, istimewa shalawat-Nya kepada Nabi Muhammad SAW.
Shalawat umum ialah shalawat Allah kepada hamba-Nya yang mu’min.
Sesudah itu haruslah diketahui arti perkataan “Shalawat Allah kepada Muhammad SAW”, Rasul-Nya yang penghabisan, ialah “memuji Muhammad, melahirkan keutamaan dan kemuliaannya, serta memuliakan dan mendekatkan Muhammad itu kepada diri-Nya.”
Adapun pengertian kita “bershalawat kepada Nabi”, ialah : “Mengakui kerasulannya serta memohon kepada Allah semoga Allah memberikan keutamaan dan kemuliaannya.”
Maka setelah memperhatikan makna shalawat dan kewajiban kita bershalawat kepada Nabi, kita memperoleh pengertian bahwa kita berkewajiban untuk berusaha mengembangkan cita-cita Muhammad agar agama Islam tersebar merata ke segala pelosok alam.
Karena itu, kita tidak dipandang telah bershalawat dengan sepenuhnya sebelum kita disamping menyebut lafaz shalawat, melancarkan pula usaha-usaha pengembangan agama Islam. Tegasnya, di samping kita mengucapkan shalawat kita wajib untuk berusaha sekuat tenaga sesuai dengan kemampuan kita menyebarkan agama Islam di dunia ini.
Demikian juga pengertian shalawat malaikat kepada Nabi. Yakni, memohon kepada Allah supaya Allah mencurahkan perhatian-Nya kepada Nabi (kepada perkembangan agama), agar meratai alam semesta yang luas ini.
Berkata Al-Hulaimy dalam Asy-Syu’ab : “Makna shalawat kepada Nabi ialah membesarkannya. Karena itu, arti Allahumma shalli ‘ala Muhammadin, ialah Allahumma’adhim Muhammadan (Ya Tuhanku, besarkan dan muliakanlah kiranya akan Muhammad), dengan menambah berkembangnya agama yang dibawanya, dengan meninggalkan sebutannya, dengan mengekalkan syariatnya di dunia dan dengan menerima syafa’atnya terhadap ummatnya, serta memberikan washilah dan maqam mahmuda kepadanya di akhirat.
Tegasnya, pengertian “shallu ‘alaihi (bershawalatlah kepadanya),” ialah : “Ud’u rabbakum bish-shalati ‘alaihi (mohonlah kepada Tuhanmu supaya melimpahkan shalawat kepadanya).”
Fungsi Shalawat
Pengarang Syarah Dalaa’il menukil pernyataan yang diberikan oleh Qadhi ‘Iyadh di dalam kitab Asy-Syifa, mengatakan : “Maksud pembacaan shalawat dalam pembukaan segala sesuatu itu adalah untuk :
a. Bertabarruk (memohon keberkatan), sesuai dengan sabda Nabi SAW : “Setiap perbutan penting yang tidak dimulai dengan menyeut nama Allah dan bershalawat kepadaku, niscaya perbuatan tersebut kurang sempurna.”
Tentang maksud hadits ini, sebagian ahli hadits meriwayatkan sebuah hadits dari salah seorang sahabat, Abu Saad ra, bahwa makna ayat tersebut adalah : “Tiadalah Aku (Allah) disebut, melainkan engkau (Muhammad) pun disebut pula bersama-Ku.”
b. Memenuhi sebagian hak Rasulullah SAW, sebab beliau adalah perantara antara Allah SWT dan hamba-hamba-Nya. Semua nikmat yang diterima oleh mereka, termasuk nikmat terbesar berupa hidayah kepada Islam, adalah dengan perantaraan dan melalui Rasulullah SAW. Di dalam salah satu hadits, Rasulullah SAW bersabda : “Belumlah bersyukur kepada Allah, orang yang tidak berterima kasih kepada manusia.”
c. Memenuhi perintah Allah SWT yang dituangkan-Nya di dalam firman-Nya :
“Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi, dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.” (QS. Al-Ahzab: 56)
Perbedaan Pendapat Penambahan Kata Sayyidina pada Shalawat
Al-Madju Al-Lughawiy menyebutkan di dalam kitab Al-Qaulul Badi’ sebagai berikut : “Kebanyakan orang mengucapkan shalawat dengan tambahan kata “Sayyidina” sebelum nama Baginda Nabi SAW, seperti ‘Allahumma shalli ‘alaa Sayyidina Muhammad’.
“Dalam kaitan ini perlu dijelaskan, pembacaan shalawat dengan tambahan kata “Sayyidina” itu tidak dilakukan di dalam shalat, karena mengikuti lafaz yang telah disebutkan dalam hadits-hadits yang sahih. Sedangkan di luar shalat, Rasulullah SAW mengingkari menyebut namanya dengan tambahan “sayyidina” itu. Hal ini mungkin karena dua sebab : pertama karena tawadhu (kerendahan hati) beliau, dan kedua karena beliau tidak mau dipuji atau disanjung secara langsung, atau karena sebab-sebab yang lain. Padahal, Nabi SAW sendiri telah menyatakan di dalam salah satu haditsnya, yang artinya : ‘Aku adalah sayyid (penghulu) manusia.’ Dan sabdanya tentang Hasan, cucunya : ‘Sesungguhnya puteraku ini adalah sayyid’. Dan sabda baginda untuk Saad bin Mu’az ra : ‘Berdirilah untuk Sayyid kalian !’
“Hadits-hadits tersebut di atas menunjukkan dengan jelas tentang kebolehan hal tersebut, sedangkan mengenai larangan atas hal itu justru masih memerlukan dalil.”
Dan Asnawi di dalam kitab Al-Muhimmaat mengemukakan ucapan Syeikh Izzud-din bin Abdus-salam, ia berkata : “Pada prinsipnya pembacaan shalawat di dalam tasyahhud itu hendaklah ditambah dengan lafaz “sayyidina”, demi mengikuti adab dan menjalankan perintah. Atas yang pertama hukumnya mustahab (sunnah).
Rasulullah SAW bersabda : “Katakanlah oleh kalian : Allahumma shalli ‘alaa Muhammad.”
Dan sahabat Ibnu Mas’ud mengemukakan sebuah hadits yang bunyinya : “Perbaguslah shalawat kepada Nabimu.”
Imam Ramli dan Imam Ibnu Hajar sepakat, bahwa penambahan lafaz “sayyidina” dalam shalawat atas Nabi SAW, baik dalam shalat maupun di luar shalat, hukumnya sunnah.
Dan ketika Imam Suyuthi ditanya orang tentang hadits yang artinya : “Janganlah kamu men-sayyid-kanaku dalam shalat !”, beliau menjawab : “Sebenarnya Rasulullah tidak menambahkan kata ‘sayyidina’ ketika mengajarkan shalawat kepada para sahabatnya, disebabkan oleh ketidaksukaan beliau pada kemegahan. Karena itulah dalam salah satu hadits, beliau mengatakan : ‘Aku adalah sayyid (penghulu) manusia, dan tidak angkuh.’
“Tetapi kita, sebagai ummatnya, wajib menghormati dan mengagungkan beliau. Hal itu telah diajarkan Allah kepada kita dalam firman-Nya, yang melarang kita menyebut Rasulullah SAW dengan nama saja, yakni :
“Janganlah kamu jadikan panggilan Rasul di antara kamu seperti panggilan sebagian kamu kepada sebagian (yang lain).” (Q.S. An-Nuur: 63)
Tapi Menurut Pendapat Saya Penambahan Kata Sayyidina, bagi saya sebagai Umah Beliau intinya Penghormatan Kepada Beliau Junjungan Saya Sayyidina Muhammad Rasulullah Shalallahu alaihi wassalam.
Sebab Pahala Shalawat berlipat ganda
Imam Al-Ghazali di dalam kitab Ihya’-nya menga-takan: “Sesungguhnya berlipatgandanya pahala shalawat atas Nabi SAW itu adalah karena shalawat itu bukan hanya mengandung satu kebaikan saja, melainkan mengandung banyak kebaikan, sebab di dalamnya tercakup :
a. Pembaharuan iman kepada Allah.
b. Pembaharuan iman kepada Rasul.
c. PengAgungan terhadap Rasul.
d. Dengan inayah Allah, memohon kemuliaan baginya.
e. Pembaharuan iman kepada Hari Akhir dan berbagai kemuliaan.
f. Dzikrullah.
g. Menyebut orang-orang yang saleh.
h. Menampakkah kasih sayang kepada mereka.
i. Bersungguh-sungguh dan tadharru’ dalam berdoa.
j. Pengakuan bahwa seluruh urusan itu berada dalam kekuasaan Allah.
Inilah sepuluh kebaikan selain dari kebaikan yang disebutkan dalam syariat, bahwa setiap satu kebaikan dibalas dengan sepuluh ganjaran, sedang satu kejahatan hanya dibalas dengan satu balasan saja.”
Diantara karunia Allah yang diberikan-Nya kepada Nabi-Nya itu adalah menggabungkan dzikir kepada-Nya, dengan dzikir kepada Nabi-Nya di dalam dua kalimat syahadat. Dan menjadikan ketaatan kepada Nabi sebagai ketaatan kepada-Nya, kecintaan kepada Nabi sebagai kecintaan kepada-Nya, juga mengaitkan pahala shalawat atas Nabi dengan pahala zikrullah Ta’ala, seperti firman Allah :
“Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu…..“ (Q.S. Al-Baqarah: 152)
Dan di dalam salah satu hadits qudsi disebutkan : “Jika hamba-Ku menyebut-Ku di dalam hatinya, maka Aku pun akan menyebutnya di dalam diri-Ku, dan jika ia menyebut-Ku di khalayak ramai, maka Aku pun akan menyebutnya di khalayak yang lebih baik dari khlayaknya.”
Begitu juga yang dilakukan Allah dalam hak Nabi kita SAW, yaitu membalas satu shalawat seorang hamba dengan sepuluh shalawat, dan satu salam dengan sepuluh salam.
Keutamaan Shalawat
Untuk mengetahui keutamaan apakah yang akan diperoleh orang-orang yang bershalawat kita perhatikan beberapa hadits di bawah ini :
a. Barangsiapa bershalawat untukku sekali, maka Allah bershalawat untuknya sepuluh kali.” (H.R. Muslim dari Abu Hurairah)
b. “Bahwasanya bagi Allah Tuhan semesta alam ada beberapa malaikat yang diperintah berjalan di muka bumi untuk memperhatikan keadaan hamba-Nya. Mereka menyampaikan kepadaku akan segala salam yang diucapkan oleh ummatku.” (H.R. Ahmad, An Nasaiy dan Ad Darimy Syarah Al Hishn)
c. “Barangsiapa bershalawat untukku di pagi hari sepuluh kali dan di petang hari sepuluh kali, ia akan mendapatkan syafa’atku pada hari qiamat.” (H.R. At Thabrany Al Jami’)
d. “Manusia yang paling utama terhadap diriku pada hari qiamat, ialah manusia yang paling banyak bershalawat kepadaku.” (H.R. At. Thurmudzy)
Apabila kita kumpulkan beberapa hadits yang menerangkan faedah-faedah shalawat dan kita perhatikan satu persatu, tersimpullah bahwa faedah bershalawat itu diantaranya :
Waktu Yang Baik Untuk ShalawatShalawat atas Nabi SAW itu disunnahkan untuk dibaca pada waktu-waktu yang telah dikemukakan oleh hadits-hadits, seperti :
1) Sesudah menjawab adzan.
2) Pada permulaan membaca doa, pertengahannya dan penutupnya.
3) Pada akhir pembacaan doa qunut.
4) Pada pertengahan takbir ‘ied.
5) Ketika masuk dan keluar masjid.
6) Ketika bertemu dan berpisah.
7) Ketika berlayar dan datang dari pelayaran.
8) Ketika bangun untuk melakukan shalat malam.
9) Ketika selesai mengerjakan shalat.
10) Ketika selesai membaca Al-Qur’an.
11) Ketika mengalami kecemasan dan kesedihan.
12) Ketika membaca hadits, menyampaikan ilmu dan zikir.
13) Dan ketika lupa akan sesuatu
14) Ketika mencium hajar aswad di dalam thawaf.
15) Ketika membaca talbiyah.
16) Ketika telinga berdengung.
17) Sehabis wudhu.
18) Dan ketika menyembelih dan bersin.
Namun ada pula hadits yang melarang membacanya di dua waktu terakhir ini.
Selain itu, waktu-waktu yang khusus untuk dibacakan shalawat padanya berdasarkan nash adalah hari Jum’at dan malam Jum’at, sesuai dengan sabda Nabi SAW : “Perbanyaklah membaca shalawat pada malam Jum’at dan siang Jum’at, sebab pada ketika itu shalawat kamu diperlihatkan kepadaku.” (H.R. Al-Thabrany dari Abu Hurairah ra.)
Dan diriwayatkan dari Umar bin Abdul Aziz ra, bahwa ia menulis : “Sebarkanlah ilmu pada hari Jum’at, sebab bencana ilmu itu adalah lupa. Dan perbanyaklah oleh kalian membaca shalawat atas Nabi SAW pada hari Jum’at.”
Dan Imam Syafi’i ra berkata : “Aku suka membanyakkan membaca shalawat dalam setiap keadaan, pada malam dan siang Jum’at lebih aku sukai, karena ia merupakan hari yang paling baik.”
Agar kita mengetahui dengan terang dan pasti apakah kedudukan “shalawat” adalah bagian daripada keimanan, perhatikanlah ayat-ayat Allah yang termaktub dalam Al-Qur’an yang disebutkan di bawah ini :
“Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.” (Q.S. Al-Ahzab: 56)
Sabda Rasulullah SAW : “Bershalawatlah kamu kepada-Ku, karena shalawatmu itu menjadi zakat penghening jiwa pembersih dosa) untukmu.” (H.R. Ibnu Murdaweh, Al-Jami’)
Dari firman Allah SWT dan sabda Rasulullah SAW di atas menegaskan dengan setegas-tegasnya bahwa bershalawat untuk Nabi adalah salah satu bagian dari keimanan yang wajib disempurnakan oleh segala kaum Muslimin dengan sepenuh hatinya.
Abu Hurairah ra berkata : “Saya mendengar Nabi SAW bersabda : Janganlah kamu menjadikan rumah-rumahmu sebagai kubur dan janganlah kamu menjadikan kuburku sebagai persidangan hari raya. Bershalawatlah kepadaku, karena shalawatmu sampai kepadaku dimana saja kamu berada.” (H.R. An Nasaiy, Abu Dawud dan Ahmad serta dishahihkan oleh An Nawawi)
Hadits ini menyatakan bahwasanya Nabi menyuruh kita bershalawat untuknya serta menyatakan bahwa shalawat kita itu sampai kepadanya dimana saja kita berada. Selain dari itu Nabi melarang kita mengosongkan rumah kita dari shalawat dan zikir, sebagaimana Nabi melarang kita menjadikan kuburnya tempat berkumpul dan bersuka ria apabila kita menziarahinya, karena shalawat kita sampai kepadanya di mana saja kita membacanya.
Maka sudah terang bahwa shalawat adalah bagian dari agama yang merupakan ibadah, hendaklah kita para ummat melaksanakannya dengan sebaik-baiknya, menurut petunjuk-petunjuk yang diberikan oleh Rasulullah SAW sendiri, ditempat-tempat yang dikehendaki oleh syara’ dan di waktu-waktu yang perlu kita bershalawat, baik yang khusus maupun yang umum. Perintah ayat yang tersebut di atas, dikuatkan lagi oleh dua buah hadits yang telah kita sebutkan diatas, sesudah ayat itu.
Diterangkan oleh Abu Dzar Al Harawy, bahwa perintah shalawat ini terjadi pada tahun kedua Hijriyah. Ada yang berkata pada malam Isra’ dan ada pula yang berkata dalam bulan Sya’ban. Dan oleh karena itulah bulan Sya’ban dinamai dengan “Syahrush Shalati” karena dalam bulan itulah turunnya surah Al-Ahzab ayat 56.
Pengertian Shalawat
“Shalawat”, berarti “doa, memberi berkah, dan ibadah.”
Maka shalawat Allah kepada hamba-Nya dibagi dua : khusus dan umum.
Shalawat khusus, ialah shalawat Allah kepada Rasul-Nya, Nabi-nabi-Nya, istimewa shalawat-Nya kepada Nabi Muhammad SAW.
Shalawat umum ialah shalawat Allah kepada hamba-Nya yang mu’min.
Sesudah itu haruslah diketahui arti perkataan “Shalawat Allah kepada Muhammad SAW”, Rasul-Nya yang penghabisan, ialah “memuji Muhammad, melahirkan keutamaan dan kemuliaannya, serta memuliakan dan mendekatkan Muhammad itu kepada diri-Nya.”
Adapun pengertian kita “bershalawat kepada Nabi”, ialah : “Mengakui kerasulannya serta memohon kepada Allah semoga Allah memberikan keutamaan dan kemuliaannya.”
Maka setelah memperhatikan makna shalawat dan kewajiban kita bershalawat kepada Nabi, kita memperoleh pengertian bahwa kita berkewajiban untuk berusaha mengembangkan cita-cita Muhammad agar agama Islam tersebar merata ke segala pelosok alam.
Karena itu, kita tidak dipandang telah bershalawat dengan sepenuhnya sebelum kita disamping menyebut lafaz shalawat, melancarkan pula usaha-usaha pengembangan agama Islam. Tegasnya, di samping kita mengucapkan shalawat kita wajib untuk berusaha sekuat tenaga sesuai dengan kemampuan kita menyebarkan agama Islam di dunia ini.
Demikian juga pengertian shalawat malaikat kepada Nabi. Yakni, memohon kepada Allah supaya Allah mencurahkan perhatian-Nya kepada Nabi (kepada perkembangan agama), agar meratai alam semesta yang luas ini.
Berkata Al-Hulaimy dalam Asy-Syu’ab : “Makna shalawat kepada Nabi ialah membesarkannya. Karena itu, arti Allahumma shalli ‘ala Muhammadin, ialah Allahumma’adhim Muhammadan (Ya Tuhanku, besarkan dan muliakanlah kiranya akan Muhammad), dengan menambah berkembangnya agama yang dibawanya, dengan meninggalkan sebutannya, dengan mengekalkan syariatnya di dunia dan dengan menerima syafa’atnya terhadap ummatnya, serta memberikan washilah dan maqam mahmuda kepadanya di akhirat.
Tegasnya, pengertian “shallu ‘alaihi (bershawalatlah kepadanya),” ialah : “Ud’u rabbakum bish-shalati ‘alaihi (mohonlah kepada Tuhanmu supaya melimpahkan shalawat kepadanya).”
Fungsi Shalawat
Pengarang Syarah Dalaa’il menukil pernyataan yang diberikan oleh Qadhi ‘Iyadh di dalam kitab Asy-Syifa, mengatakan : “Maksud pembacaan shalawat dalam pembukaan segala sesuatu itu adalah untuk :
a. Bertabarruk (memohon keberkatan), sesuai dengan sabda Nabi SAW : “Setiap perbutan penting yang tidak dimulai dengan menyeut nama Allah dan bershalawat kepadaku, niscaya perbuatan tersebut kurang sempurna.”
Tentang maksud hadits ini, sebagian ahli hadits meriwayatkan sebuah hadits dari salah seorang sahabat, Abu Saad ra, bahwa makna ayat tersebut adalah : “Tiadalah Aku (Allah) disebut, melainkan engkau (Muhammad) pun disebut pula bersama-Ku.”
b. Memenuhi sebagian hak Rasulullah SAW, sebab beliau adalah perantara antara Allah SWT dan hamba-hamba-Nya. Semua nikmat yang diterima oleh mereka, termasuk nikmat terbesar berupa hidayah kepada Islam, adalah dengan perantaraan dan melalui Rasulullah SAW. Di dalam salah satu hadits, Rasulullah SAW bersabda : “Belumlah bersyukur kepada Allah, orang yang tidak berterima kasih kepada manusia.”
c. Memenuhi perintah Allah SWT yang dituangkan-Nya di dalam firman-Nya :
“Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi, dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.” (QS. Al-Ahzab: 56)
Perbedaan Pendapat Penambahan Kata Sayyidina pada Shalawat
Al-Madju Al-Lughawiy menyebutkan di dalam kitab Al-Qaulul Badi’ sebagai berikut : “Kebanyakan orang mengucapkan shalawat dengan tambahan kata “Sayyidina” sebelum nama Baginda Nabi SAW, seperti ‘Allahumma shalli ‘alaa Sayyidina Muhammad’.
“Dalam kaitan ini perlu dijelaskan, pembacaan shalawat dengan tambahan kata “Sayyidina” itu tidak dilakukan di dalam shalat, karena mengikuti lafaz yang telah disebutkan dalam hadits-hadits yang sahih. Sedangkan di luar shalat, Rasulullah SAW mengingkari menyebut namanya dengan tambahan “sayyidina” itu. Hal ini mungkin karena dua sebab : pertama karena tawadhu (kerendahan hati) beliau, dan kedua karena beliau tidak mau dipuji atau disanjung secara langsung, atau karena sebab-sebab yang lain. Padahal, Nabi SAW sendiri telah menyatakan di dalam salah satu haditsnya, yang artinya : ‘Aku adalah sayyid (penghulu) manusia.’ Dan sabdanya tentang Hasan, cucunya : ‘Sesungguhnya puteraku ini adalah sayyid’. Dan sabda baginda untuk Saad bin Mu’az ra : ‘Berdirilah untuk Sayyid kalian !’
“Hadits-hadits tersebut di atas menunjukkan dengan jelas tentang kebolehan hal tersebut, sedangkan mengenai larangan atas hal itu justru masih memerlukan dalil.”
Dan Asnawi di dalam kitab Al-Muhimmaat mengemukakan ucapan Syeikh Izzud-din bin Abdus-salam, ia berkata : “Pada prinsipnya pembacaan shalawat di dalam tasyahhud itu hendaklah ditambah dengan lafaz “sayyidina”, demi mengikuti adab dan menjalankan perintah. Atas yang pertama hukumnya mustahab (sunnah).
Rasulullah SAW bersabda : “Katakanlah oleh kalian : Allahumma shalli ‘alaa Muhammad.”
Dan sahabat Ibnu Mas’ud mengemukakan sebuah hadits yang bunyinya : “Perbaguslah shalawat kepada Nabimu.”
Imam Ramli dan Imam Ibnu Hajar sepakat, bahwa penambahan lafaz “sayyidina” dalam shalawat atas Nabi SAW, baik dalam shalat maupun di luar shalat, hukumnya sunnah.
Dan ketika Imam Suyuthi ditanya orang tentang hadits yang artinya : “Janganlah kamu men-sayyid-kanaku dalam shalat !”, beliau menjawab : “Sebenarnya Rasulullah tidak menambahkan kata ‘sayyidina’ ketika mengajarkan shalawat kepada para sahabatnya, disebabkan oleh ketidaksukaan beliau pada kemegahan. Karena itulah dalam salah satu hadits, beliau mengatakan : ‘Aku adalah sayyid (penghulu) manusia, dan tidak angkuh.’
“Tetapi kita, sebagai ummatnya, wajib menghormati dan mengagungkan beliau. Hal itu telah diajarkan Allah kepada kita dalam firman-Nya, yang melarang kita menyebut Rasulullah SAW dengan nama saja, yakni :
“Janganlah kamu jadikan panggilan Rasul di antara kamu seperti panggilan sebagian kamu kepada sebagian (yang lain).” (Q.S. An-Nuur: 63)
Tapi Menurut Pendapat Saya Penambahan Kata Sayyidina, bagi saya sebagai Umah Beliau intinya Penghormatan Kepada Beliau Junjungan Saya Sayyidina Muhammad Rasulullah Shalallahu alaihi wassalam.
Sebab Pahala Shalawat berlipat ganda
Imam Al-Ghazali di dalam kitab Ihya’-nya menga-takan: “Sesungguhnya berlipatgandanya pahala shalawat atas Nabi SAW itu adalah karena shalawat itu bukan hanya mengandung satu kebaikan saja, melainkan mengandung banyak kebaikan, sebab di dalamnya tercakup :
a. Pembaharuan iman kepada Allah.
b. Pembaharuan iman kepada Rasul.
c. PengAgungan terhadap Rasul.
d. Dengan inayah Allah, memohon kemuliaan baginya.
e. Pembaharuan iman kepada Hari Akhir dan berbagai kemuliaan.
f. Dzikrullah.
g. Menyebut orang-orang yang saleh.
h. Menampakkah kasih sayang kepada mereka.
i. Bersungguh-sungguh dan tadharru’ dalam berdoa.
j. Pengakuan bahwa seluruh urusan itu berada dalam kekuasaan Allah.
Inilah sepuluh kebaikan selain dari kebaikan yang disebutkan dalam syariat, bahwa setiap satu kebaikan dibalas dengan sepuluh ganjaran, sedang satu kejahatan hanya dibalas dengan satu balasan saja.”
Diantara karunia Allah yang diberikan-Nya kepada Nabi-Nya itu adalah menggabungkan dzikir kepada-Nya, dengan dzikir kepada Nabi-Nya di dalam dua kalimat syahadat. Dan menjadikan ketaatan kepada Nabi sebagai ketaatan kepada-Nya, kecintaan kepada Nabi sebagai kecintaan kepada-Nya, juga mengaitkan pahala shalawat atas Nabi dengan pahala zikrullah Ta’ala, seperti firman Allah :
“Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu…..“ (Q.S. Al-Baqarah: 152)
Dan di dalam salah satu hadits qudsi disebutkan : “Jika hamba-Ku menyebut-Ku di dalam hatinya, maka Aku pun akan menyebutnya di dalam diri-Ku, dan jika ia menyebut-Ku di khalayak ramai, maka Aku pun akan menyebutnya di khalayak yang lebih baik dari khlayaknya.”
Begitu juga yang dilakukan Allah dalam hak Nabi kita SAW, yaitu membalas satu shalawat seorang hamba dengan sepuluh shalawat, dan satu salam dengan sepuluh salam.
Keutamaan Shalawat
Untuk mengetahui keutamaan apakah yang akan diperoleh orang-orang yang bershalawat kita perhatikan beberapa hadits di bawah ini :
a. Barangsiapa bershalawat untukku sekali, maka Allah bershalawat untuknya sepuluh kali.” (H.R. Muslim dari Abu Hurairah)
b. “Bahwasanya bagi Allah Tuhan semesta alam ada beberapa malaikat yang diperintah berjalan di muka bumi untuk memperhatikan keadaan hamba-Nya. Mereka menyampaikan kepadaku akan segala salam yang diucapkan oleh ummatku.” (H.R. Ahmad, An Nasaiy dan Ad Darimy Syarah Al Hishn)
c. “Barangsiapa bershalawat untukku di pagi hari sepuluh kali dan di petang hari sepuluh kali, ia akan mendapatkan syafa’atku pada hari qiamat.” (H.R. At Thabrany Al Jami’)
d. “Manusia yang paling utama terhadap diriku pada hari qiamat, ialah manusia yang paling banyak bershalawat kepadaku.” (H.R. At. Thurmudzy)
Apabila kita kumpulkan beberapa hadits yang menerangkan faedah-faedah shalawat dan kita perhatikan satu persatu, tersimpullah bahwa faedah bershalawat itu diantaranya :
- Satu kali shalawat, Allah akan membalas dengan 10 kali shalawat untuknya.
- Satu kali shalawat, Allah akan mengangkatnya dengan 10 derajat.
- Malaikat juga akan turut membaca shalawat ke atas orang yang membaca shalawat untuk Rasulullah SAW.
- Doa yang disertai dengan shalawat akan diperkenankan oleh Allah SWT tetapi doa yang tidak disertai dengan shalawat ianya akan tergantung di antara langit dan bumi.
- Akan mendapat tempat yang dekat dengan Rasulullah SAW di hari qiamat nanti.
- Akan mendapat syafa’at dari Rasulullah SAW di hari qiamat nanti.
- Allah akan memberikan karunia dan rahmat-Nya yang berlimpah-limpah kepada mereka yang bershalawat untuk Nabi SAW.
- Dapat membersihkan hati, jiwa dan ruh kotor yang berselaput di dalam dada.
- Dapat membuktikan kecintaan dan kasih sayang kita terhadap Rasulullah.
- Mewariskan kecintaan Rasulullah terhadap umatnya.
- Akan terselamat dan terpelihara dari segala apa yang mendukacitakan dari hal keduniaan maupun akhirat.
- Dengan membawa shalawat akan dapat mengingatkan kembali apa-apa yang telah kita lupa.
- Akan mendapat nur yang bersinar-sinar di hati bila kita bershalawat 100 kali dengan bersungguh-sungguh.
- Mendapat ganjaran pahala seperti memerdekakan seorang hamba bila kita bershalawat sebanyak 10 kali.
- Allah akan meluaskan dan melapangkan rezekinya dari sumber-sumber yang tidak diketahui.
- Allah akan memberatkan timbangan di hari qiamat nanti.
- Mendapat keberkatan dari Allah bagi dirinya dan juga untuk keluarganya.
- Mendapat kasih sayang dari hati-hati orang mu’min terhadapnya.
- Akan mendapatkan dirinya berada di Telaga Haudh (Telaga Rasulullah SAW) serta dapat pula meminumnya di hari qiamat nanti.
- Dapat melepaskan diri seseorang itu dari tergelincir semasa melalui sirat dan ia dengan selamat menuju ke surga.
Waktu Yang Baik Untuk Shalawat
1) Sesudah menjawab adzan.
2) Pada permulaan membaca doa, pertengahannya dan penutupnya.
3) Pada akhir pembacaan doa qunut.
4) Pada pertengahan takbir ‘ied.
5) Ketika masuk dan keluar masjid.
6) Ketika bertemu dan berpisah.
7) Ketika berlayar dan datang dari pelayaran.
8) Ketika bangun untuk melakukan shalat malam.
9) Ketika selesai mengerjakan shalat.
10) Ketika selesai membaca Al-Qur’an.
11) Ketika mengalami kecemasan dan kesedihan.
12) Ketika membaca hadits, menyampaikan ilmu dan zikir.
13) Dan ketika lupa akan sesuatu
14) Ketika mencium hajar aswad di dalam thawaf.
15) Ketika membaca talbiyah.
16) Ketika telinga berdengung.
17) Sehabis wudhu.
18) Dan ketika menyembelih dan bersin.
Namun ada pula hadits yang melarang membacanya di dua waktu terakhir ini.
Selain itu, waktu-waktu yang khusus untuk dibacakan shalawat padanya berdasarkan nash adalah hari Jum’at dan malam Jum’at, sesuai dengan sabda Nabi SAW : “Perbanyaklah membaca shalawat pada malam Jum’at dan siang Jum’at, sebab pada ketika itu shalawat kamu diperlihatkan kepadaku.” (H.R. Al-Thabrany dari Abu Hurairah ra.)
Dan diriwayatkan dari Umar bin Abdul Aziz ra, bahwa ia menulis : “Sebarkanlah ilmu pada hari Jum’at, sebab bencana ilmu itu adalah lupa. Dan perbanyaklah oleh kalian membaca shalawat atas Nabi SAW pada hari Jum’at.”
Dan Imam Syafi’i ra berkata : “Aku suka membanyakkan membaca shalawat dalam setiap keadaan, pada malam dan siang Jum’at lebih aku sukai, karena ia merupakan hari yang paling baik.”