Halaman

Minggu, 21 Agustus 2011

Makna Amanah


Dalam bahasa Arab, kata amanah dapat diartikan sebagai titipan, kewajiban, ketenangan, kepercayaan, kejujuran dan kesetiaan. Dari pengertian bahasa dan dari pemahaman tematik al-Qur’an dan hadits, amanah dapat difahami sebagai sikap mental yang di dalamnya terkandung unsur kepatuhan kepada hukum, tanggung jawab kepada tugas, kesetiaan kepada komitmen, keteguhan dalam memegang janji.
Dalam perspektif agama Islam, amanah memiliki makna dan kandungan yang luas, di mana seluruh makna dan kandungan tersebut bermuara pada satu pengertian bahwa setiap orang merasakan bahwa Allah SWT senantiasa menyertainya dalam setiap urusan yang diberikan kepadanya, dan setiap orang memahami dengan penuh keyakinan bahwa kelak ia akan dimintakan pertanggung jawaban atas urusan tersebut.
Dalam Islam, amanah ada pada setiap orang. Setiap orang memiliki amanah sesuai dengan apa yang dibebani kepadanya. Rasulullah SAW bersabda :
“Masing-masing kalian adalah pemimpin, dan masing-masing kalian akan ditanya tentang kepemimpinannya, seorang imam adalah pemimpin dan akan ditanya tentang kepemimpinannya, seorang laki-laki adalah pemimpin dalam keluarganya, dan dia akan ditanya tentang kepemimpinannya, seorang wanita adalah pemimpin di rumah suaminya dan akan ditanya tentang kepemimpinannya, dan seorang pembantu adalah pemimpin dalam memelihara harta tuannya dan ia akan ditanya pula tentang kepemimpinannya”. (HR Imam Bukhari).

Bagi seorang muslim, amanah adalah sebuah kewajiban yang harus ditunaikan dengan sebaik-baiknya. Rasulullah mengajarkan seorang muslim untuk saling mewasiati dan memohon bantuan kepada Allah SWT dalam menjaganya, bahkan ketika seseorang hendak bepergian sekalipun setiap saudaranya seharusnya mendoakannya : “Aku memohon kepada Allah SWT agar Ia terus menjaga agama engkau, amanah dan akhir amalan engkau”. (HR Imam Tirmidzi).
Yang menanggung amanah
Allah memerintahkan seorang muslim untuk menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya. Menjadikan seorang muslim untuk turut serta ambil bagian dalam upaya-upaya penyampaian amanat kepada yang berhak ini.

Allah berfirman :
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu untuk menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya.” (QS An Nisa : 58).

Untuk menentukan siapa orang yang berhak dan sanggup menerima suatu amanah, kita diberikan perdoman oleh Allah SWT dan Rasulullah SAW. Orang tersebut haruslah kompeten. Rasulullah SAW bersabda :
“Bila amanah disia-siakan, maka tunggulah kehancurannya”. Sahabat bertanya, “ Bagaimana bentuk penyia-nyiaannya?”. Beliau bersabda, “Bila persoalan diserahkan kepada orang yang tidak berkompeten, maka tunggulah kehancurannya” ”. (HR Bukhari dan Muslim).

Kompetensi ini hendaknya bersifat menyeluruh. Kompetensi ini bukan sekedar keahlian dibidang yang akan dibebani kepadanya, tapi juga mencakup kedekatannya dengan Allah dan baiknya sifat yang dimilikinya. Kompetensi inilah yang dipunyai oleh Nabi Yusuf AS, seorang Nabi yang sangat dekat kepada Allah, bersifat amanah, dan memiliki keahlian di bidangnya. Hal ini diabadikan dalam Al Quran :
“Berikanlah aku jabatan dalam memelihara hasil bumi, sesungguhnya aku ini adalah orang yang amanah dan berilmu”. (QS Yusuf : 55).

Kompetensi menyeluruh inilah yang harus dikedepankan. Kita tidak boleh memilih pemimpin karena pertimbangan hawa nafsu dan kekerabatan (nepotisme). Jika hawa nafsu dan kekerabatan yang dikedepankan, maka kita telah melakukan sebuah pengkhianatan yang besar. Khianat kepada Allah, Rasul dan orang-orang beriman. Rasulullah SAW menegaskan :
“Barang siapa mengangkat seseorang berdasarakan kesukuan atau fanatisme, sementara di sampingnya ada orang lain yang lebih disukai Allah dari padanya, maka ia telah mengkhianati Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman”, (HR Imam Al-Hakim)

Penunaian amanah
Beratnya tanggung jawab yang mengintai bagi seseorang yang dibebani amanah, tidak serta merta membuat orang tersebut boleh lari dari kewajiban menunaikan amanah. Jika amanah dipercayakan kepadanya karena kompetensinya, maka ia wajib menunaikannya.

Rasulullah SAW bersabda:
“Barangsiapa yang diserahi kekuasaan urusan manusia lalu menghindar (mengelak) melayani kaum lemah dan orang-orang yang membutuhkannya, maka Allah tidak akan mengindahkannya pada hari kiamat.”(HR. Ahmad).

Orang yang diserahi amanah ini, akan mendapatkan kebaikan yang banyak jika menunaikan amanah pun akan mendapatkan keburukan yang banyak jika amanah ini di khianati. Seorang mukmin menyadari hal ini, karenanya ia akan menunaikan amanah dengan sebaik-baiknya. Karena Allah berfirman :
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.” (QS Al Anfal : 27).
Pentingnya penunaian amanah dalam Islam, hingga dalam hadist yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad bin Hambal, sahabat Anas bin Malik berkata bahwa Rasulullah tidak pernah berkhutbah untuk para sahabat kecuali beliau bersabda :
“Tidak ada keimanan bagi orang yang tidak memiliki amanah, dan tidak ada agama bagi orang yang tidak pandai memeliharanya”.

Macam-macam Amanah
Pertama, amanah fitrah. Dalam fitrah ada amanah. Allah menjadikan fitrah manusia senantiasa cenderung kepada tauhid, kebenaran, dan kebaikan. Karenanya, fitrah selaras betul dengan aturan Allah yang berlaku di alam semesta. Allah swt. berfirman: “Dan ingatlah ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab, “Betul, (Engkau Tuhan kami) kami menjadi saksi.” (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan).” (Al-A’raf: 172)
Akan tetapi adanya fitrah bukanlah jaminan bahwa setiap orang akan selalu berada dalam kebenaran dan kebaikan. Sebab fitrah bisa saja terselimuti kepekatan hawa nafsu dan penyakit-penyakit jiwa (hati). Untuk itulah manusia harus memperjuangkan amanah fitrah tersebut agar fitrah tersebut tetap menjadi kekuatan dalam menegakkan kebenaran.
Kedua, amanah taklif syar’i (amanah yang diembankan oleh syari’at). Allah swt. telah menjadikan ketaatan terhadap syariatnya sebagai batu ujian kehambaan seseorang kepada-Nya. Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya Allah telah menetapkan fara-idh (kewajiban-kewajiban), maka janganlah kalian mengabaikannya; menentukan batasan-batasan (hukum), maka janganlah kalian melanggarnya; dan mendiamkan beberapa hal karena kasih sayang kepada kalian dan bukan karena lupa.” (hadits shahih)
Ketiga, amanah menjadi bukti keindahan Islam. Setiap muslim mendapat amanah untuk menampilkan kebaikan dan kebenaran Islam dalam dirinya. Rasulullah saw. bersabda: “Barangsiapa yang menggariskan sunnah yang baik maka dia mendapatkan pahalanya dan pahala orang-orang rang yang mengikutinya tanpa mengurangi pahalanya sedikit pun.” (Hadits shahih)
Keempat, amanah dakwah. Selain melaksanakan ajaran Islam, seorang muslim memikul amanah untuk mendakwahkan (menyeru) manusia kepada Islam itu. Seorang muslim bukanlah orang yang merasa puas dengan keshalihan dirinya sendiri. Ia akan terus berusaha untuk menyebarkan hidayah Allah kepada segenap manusia. Amanah ini tertuang dalam ayat-Nya: “Serulah ke jalan Rabbmu dengan hikmah dan nasihat yang baik.” (An-Nahl: 125)
Rasulullah saw. juga bersabda, “Jika Allah memberi petunjuk kepada seseorang dengan usaha Anda, maka hal itu pahalanya bagi Anda lebih dibandingkan dengan dunia dan segala isinya.” (al-hadits)
Kelima, amanah untuk mengukuhkan kalimatullah di muka bumi.
Tujuannya agar manusia tunduk hanya kepada Allah swt. dalam segala aspek kehidupannya. Tentang amanah yang satu ini, Allah swt. menegaskan: “Allah telah mensyariatkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wahyukan kepada Ibrahim, Musa, dan Isa, yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kalian berpecah-belah tentangnya.” (Asy-Syura: 13)
Keenam, amanah tafaqquh fiddin (mendalami agama). Untuk dapat menunaikan kewajiban, seorang muslim haruslah memahami Islam. “Tidaklah sepatutnya bagi orang-orang yang beriman itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama.” (At-Taubah: 122)
“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang shalih bahwa dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentosa. mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” (An-Nur: 55)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar